Distribusi Program MBG Masih Terkendala ke Pelosok 

Distribusi Program MBG Masih Terkendala ke Pelosok 
Ketua Komisi III DPRD Kalteng Sugiyarto.

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID — Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat terus berjalan di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Tengah (Kalteng). Namun, pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah kendala, terutama dalam aspek distribusi ke wilayah-wilayah terpencil. Hal ini menjadi perhatian serius Ketua Komisi III DPRD Kalteng Sugiyarto.

Ia menilai, distribusi MBG di Kalteng belum merata, dengan konsentrasi pelaksanaan yang masih banyak terfokus di wilayah perkotaan. Sementara itu, masyarakat di pedalaman dan desa-desa jauh belum sepenuhnya merasakan manfaat dari program ini.

“MBG di Kalteng khususnya, masih sangat minim ya untuk pendistribusiannya, mungkin yang di kota yang sudah banyak ya tapi di kabupaten jauh dan pelosok belum sampai di tingkat kecamatan,” ujar Sugiyarto, Minggu (28/9).

Politisi Gerindra tersebut mendorong peningkatan koordinasi antara pemerintah daerah dan instansi terkait, agar pelaksanaan MBG bisa lebih merata. Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk mempercepat implementasi program ini secara menyeluruh.

“Ini yang tentunya perlu ditingkatkan kerja sama terkait MBG ini, agar segera bisa dirasakan oleh masyarakat secara luas,” tambahnya.

Sugiyarto juga menekankan bahwa pelaksanaan program harus tetap mengacu pada standar gizi yang berlaku. Ia berharap MBG tidak sekadar dijalankan, tetapi benar-benar mampu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, khususnya di Kalteng.

“Yang artinya, supaya dari Badan Gizi bekerja sama dengan daerah kabupaten, kota agar bisa mempercepat SPPG yang bisa, yang memenuhi syaratnya sehingga pendistribusiannya bisa semakin merata di seluruh wilayah yang di Kalimantan Tengah,” tuturnya.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi, menurut Sugiyarto, adalah kondisi geografis Kalteng. Jarak antarwilayah yang cukup jauh dan akses yang terbatas membuat distribusi program tidak mudah dilakukan.

“Memang agak sulit karena di pedalaman ini kan ada beberapa persyaratannya yang harus dipenuhi misalkan dapur harus seribu,” ujarnya.

Ia mencontohkan kondisi di mana sekolah-sekolah yang berada di wilayah pedesaan harus memenuhi standar sarana seperti kapasitas dapur tertentu agar bisa mengikuti program. Namun, dalam praktiknya, jarak antarkampung yang berjauhan sering kali menjadi hambatan teknis.

“Nah ini sementara sekolah-sekolah di perdesaan kan jauh-jauh, antarkampung itu cukup jauh, sehingga ini agak menyulitkan secara teknisnya,” tegasnya. jef