Tabengan.com – Pada hari berikutnya, datang Tim II yang membawa obat-obatan dan keperluan lainnya, termasuk dokter spesialis ortopedi, kandungan dan dokter spesialis anak. Tim langsung mendirikan Puskesmas darurat.
“Selain mendirikan puskesmas darurat di Biromaru karena puskesmas di sana hancur, kami mendirikan pos induk dan pos mobile. Hanya kesulitan bagi kami saat melakukan mobile terkendala bahan bakar yang saat itu memang tidak ada. Hari kelima setelah kejadian, alhamdulillah penerangan dan komunikasi sudah bisa digunakan, hanya kendala bahan bakar saja. Tim kami bergabung dengan relawan non medis,” ujar Meinardi.
Keberadaan relawan non medis diakuinya sangat membantu tim dokter, karena mereka langsung mendirikan tenda darurat, puskesmas darurat. Termasuk saat mobile pun tim dokter bergabung dengan relawan non medis.
“Pada saat kelangkaan bahan bakar, sehari kami hanya merujuk tiga orang ke rumah sakit untuk segera dioperasi. Keadaan rumah sakit pun sangat memprihatinkan, sehingga begitu selesai dioperasi langsung dibawa keluar tenda, dan sebagian besar korban dirujuk ke Balikpapan,” terangnya.
Meinardi menceritakan, pada saat semuanya masih kacau akses belum terbuka, uang di sana tidak berarti. Meski bawa bekal uang, tapi tidak bisa dibelanjakan, karena semua warung tutup, bahkan hancur. Untuk mencari makanan pun sulit, sedangkan perbekalan yang dibawa hanya secukupnya.
“Kami sangat bersyukur, semua keadaan membaik begitu bantuan datang. Memang saat itu kesulitan bantuan karena banyak akses jalan yang porak poranda. Meski di tengah serba tidak ada, kami tim relawan tetap menjalankan misi kemanusiaan, kami bekerja tanpa batas waktu, yang terpikir hanya harus banyak yang tertolong dan ditindaki agar selamat,” imbuh Meinardi.
Dirinya bergerak bergabung menjadi tim relawan karena panggilan naluri, karena panggilan itulah dirinya pun harus merelakan, baik materi dan tenaga.
“Setelah kita semua bekerja tanpa batas waktu, ada kepuasan batin bagi tim relawan ketika melihat para korban bisa tersenyum, meski di tengah kesusahan. Mereka semua mau bangkit dan bersemangat, hal itu membuat kami para relawan pun rasanya terbayar segala lelah dan letih,” ujarnya.
Meinardi yang tinggal di Jalan Macan No 18 Pangkalan Bun ini bersama 15 orang dokter yang tergabung dalam MED-A berada di lokasi bencana Sulteng selama 10 hari. Setelah sudah banyak tim relawan lainnya, tim MED-A kemudian kembali ke tempat asal masing-masing, sebelumnya tim MED-A menyerahkan puskesmas darurat untuk tim relawan lainnya. yulia