Hukrim  

Tersangka Korupsi KONI Kotim Persiapkan Praperadilan

Mahdianur selaku Penasihat Hukum

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID- Setelah penetapan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah, Ketua dan Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kotawaringin Timur (Kotim), berinisial AU dan BP bersiap melakukan perlawanan secara hukum. Mahdianur dari Law Firm Mahdi and Associates, Jumat (7/6) menyatakan penetapan tersangka terhadap kliennya, AU dan BP tidak berdasar hukum. Menurutnya, hal itu sebagaimana kronologis yang disampaikan AU dan BP kepada Tim Penasihat Hukum (PH).

“Tidak menutup kemungkinan untuk Praperadilan juga nanti akan kami tempuh, atas permintaan klien kami,” ungkap Mahdianur.

Menurutnya, pihaknya memastikan akan menempuh semua upaya hukum yang memungkinkan untuk dijalankan.

“Sebagaimana prinsip negara kita menganut sebagai negara hukum merupakan negara yang menjamin keamanan warga negaranya serta negara yang menjadikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Prinsip negara hukum yang diterapkan di Indonesia dalam praktiknya harus ditegakkan, demi keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tuturnya.

Mahdianur menyatakan, prinsip negara hukum diterapkan di Indonesia ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, prinsip-prinsip tersebut harus ditegakkan dalam praktiknya demi keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Prinsip-prinsip negara hukum Indonesia bukan hanya diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, namun secara luas juga harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Sebelumnya, Mahdianur telah memasukan surat permohonan penghentian sementara proses perkara pidana atas nama AU dan BP ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Jumat (7/6). Alasannya, AU sedang dalam proses persidangan perdata pada Pengadilan Negeri Sampit. Mahdianur berpendapat, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1956, pemeriksaan pidana dapat ditangguhkan menunggu putusan pengadilan atas perkara perdata.

“Seharusnya tidak perlu menunggu jawaban. Kita taat akan konstitusi semua ada regulasi dan aturan hukumnya. Halmana ini ada gugatan perdata, seyogyanya perkara pidana dapat ditangguhkan terlebih dahulu sementara kita membuktikan secara keperdataannya,” pungkas Mahdianur. ist