PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Kalimantan Tengah (Kalteng) berjalan sengit, dengan keunggulan tipis, memicu klaim kemenangan dari masing-masing pasangan calon.
Berdasarkan hasil quick count yang dirilis beberapa lembaga survei, persaingan antarcalon ketat, dengan hasil yang tidak jauh berbeda, bahkan ada yang hanya selisih beberapa persen suara.
Masing-masing tim paslon telah mengumpulkan data berdasarkan saksi-saksi yang di Tempat Pemungutan Suara (TPS), menyatakan mereka yang sebenarnya memenangkan pilkada.
Pengamat politik Kalteng Ricky Zulfauzan mengungkapkan, Pilgub Kalteng persaingan sengit terjadi antara H Nadalsyah Koyem-H Supian Hadi dengan pasangan H Agustiar Sabran-H Edy Pratowo, dengan hasil perbedaan perolehan suara yang tipis berpotensi besar berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Besar kemungkinannya berakhir di MK jika selisih suara di bawah 2 persen, berdasarkan hasil rekapitulasi suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti,” kata Ricky, Kamis (28/11).
Syarat itu tentunya berlaku pada tingkat provinsi seperti Pilgub, sementara pada tingkat kabupaten/kota, selisih suara yang menjadi dasar gugatan bisa lebih besar tergantung pada jumlah pemilih. Pasalnya, sejumlah kabupaten di Kalteng menunjukkan keunggulan yang sangat tipis, seperti Kabupaten Murung Raya (Mura), Barito Utara (Barut), Katingan dan Lamandau.
“Kalau kabupaten/kota syarat formil ke MK di bawah 250.000 pemilih selisihnya 2 persen, 250.000-500.000 pemilih 1,5 persen,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, klaim kemenangan dari masing-masing pasangan calon dipengaruhi keyakinan kuat dari masing-masing tim paslon adalah pemenang.
Untuk syarat ke MK apabila sejumlah temuan dugaan kecurangan yang berkaitan dengan proses pilkada sebelum dan pada hari H pencoblosan. “Temuan-temuan dari menjadi bahan bagi masing-masing pasangan calon untuk mengajukan keberatan dan memohon penyelidikan dengan alasan adanya ketidaksesuaian dalam proses pemungutan suara atau adanya manipulasi data,” tandasnya.
Terpisah, pengamat hukum Kalteng Ari Yunus Hendrawan mengatakan, pentingnya gugatan di MK dalam sengketa hasil pilkada terletak pada otoritas MK untuk memutuskan perkara yang menentukan kemenangan atau kekalahan calon kepala daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, MK diberi wewenang untuk menangani perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Dalam praktiknya, berdasarkan data MK, dari 1.136 perkara sengketa pilkada yang diajukan, hanya 38 perkara yang dikabulkan, atau sekitar 3,3 persen dari total kasus yang diajukan.
Hal ini menunjukkan, MK sangat selektif dalam mengabulkan permohonan, sehingga calon kepala daerah dan tim hukum harus menyusun argumen serta alat bukti dengan sangat kuat dan meyakinkan agar memiliki peluang untuk memenangkan perkara.
Persiapan itu juga mencakup pemahaman mendalam tentang aturan hukum, khususnya terkait Pasal 158 UU Pilkada yang mengatur tentang ambang batas persentase perbedaan suara dalam gugatan hasil pemilihan.
Dalam proses penyelesaian sengketa hasil Pilkada, calon kepala daerah dan tim hukumnya dihadapkan pada aturan yang ketat, terutama terkait tenggat waktu untuk pengajuan permohonan dan perbaikan permohonan. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 3 Tahun 2024, permohonan untuk menggugat hasil Pilkada harus diajukan dalam waktu tiga hari kerja sejak hasil pemilihan diumumkan oleh pihak termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selain itu, perbaikan atas permohonan tersebut harus dilakukan dalam tiga hari kerja setelah diterimanya e-AP3, dokumen elektronik yang disediakan MK sebagai bukti penerimaan permohonan.
Ketentuan dalam PMK NO 03 Permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh Termohon.
Yang dimaksud dengan Pengumuman penetapan perolehan suara pada saat dihitung sejak KPU menetapkan perolehan suara hasil Pemilihan dalam rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh para pihak.
Batas waktu yang singkat ini menuntut tim hukum untuk bergerak cepat, teliti, dan tepat dalam menyusun permohonan serta bukti-bukti yang mendukung.
Pengajuan permohonan sengketa hasil Pilkada adalah langkah pertama yang sangat krusial dalam proses ini. Dengan batas waktu hanya tiga hari kerja, tim hukum calon kepala daerah perlu memastikan kesiapan dokumen dan bukti-bukti pendukung jauh sebelum hasil pemilihan diumumkan secara resmi.
Setiap bukti harus diorganisir dengan cermat dan dilengkapi, karena kelalaian dalam penyusunan atau kelengkapan bukti bisa berakibat fatal pada tahapan awal ini.
“Pengajuan permohonan bukan sekadar langkah administratif, tetapi juga strategi legal yang mengarahkan perjalanan sidang secara keseluruhan. Ketepatan dalam penyusunan dan penyampaian dokumen pada tahap ini merupakan dasar keberhasilan gugatan di MK,” ungkap Ari yang telah mengikuti Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 dari MK.
Setelah pengajuan permohonan, MK memberikan waktu tambahan selama tiga hari kerja untuk memperbaiki permohonan yang telah diajukan. Tenggat waktu ini dihitung sejak diterimanya e-AP3, yang berfungsi sebagai konfirmasi bahwa MK telah menerima permohonan. Dalam hal permohonan yang diajukan secara online, perbaikan bisa diajukan segera setelah e-AP3 dikirim oleh MK.
Kesempatan perbaikan ini sangat penting, karena memberikan ruang bagi tim hukum untuk menyempurnakan dokumen atau memperbaiki kekurangan yang mungkin ada dalam permohonan awal.
“Perbaikan permohonan bukanlah langkah yang bisa dianggap remeh. Di sinilah kesempatan bagi tim hukum untuk memperkuat argumen, menyempurnakan bukti, dan memastikan semua aspek teknis dan substantif sudah sesuai dengan ketentuan MK,” ucap.
Dengan ketatnya batas waktu untuk pengajuan dan perbaikan permohonan, persiapan awal dan kesiapan tim hukum calon kepala daerah menjadi faktor penentu keberhasilan dalam sengketa Pilkada. Tim hukum harus bekerja secara profesional, mampu mengidentifikasi masalah, dan segera merumuskan strategi pembuktian yang kuat.
“Ketika waktu sangat terbatas, setiap anggota tim hukum harus mengetahui tugasnya secara spesifik dan siap menjalankan perannya tanpa tunda. Koordinasi yang baik dan pembagian kerja yang efektif adalah kunci utama. Tim hukum tidak hanya pandai dalam merumuskan dalil, tetapi juga mampu membangun alat bukti yang kuat. Argumentasi hukum yang baik harus didukung oleh bukti yang valid dan terstruktur,” pungkasnya. jef/fwa