*Pertamina Tunggu Instruksi, Pangkalan Ikut Kebijakan Pemerintah
*Disperindag Kota dan Provinsi ‘Diam’
PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Polemik elpiji yang terjadi, menimbulkan kebingungan di masyarakat. Pemerintah dinilai terkesan plin plan dalam mengeluarkan kebijakan tanpa memperhitungkan dampak yang terjadi di level pasar.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang pengecer untuk menjual elpiji. Namun, per Selasa (4/2), Presiden Prabowo melalui Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengatakan, pengecer akan kembali diizinkan untuk menjual elpiji, dan akan memikirkan para pengecer ini nantinya akan dijadikan menjadi sub pangkalan.
Pengamat Ekonomi Kalteng sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) menilai polemik tersebut karena kebijakan pemerintah yang terkesan plin plan.
“Pemerintah sepertinya sedang mencari lagi kebijakan yang lebih mapan. Karena berbicara bagaimana psikologi Pasar, kalau berbicara terkait konteks pengecer tentu ada dampak positif maupun negatifnya,” kata Fitria kepada Tabengan, Selasa (4/2).
Ia menyebut, dampak positif dengan adanya pengecer, distribusi elpiji lebih banyak, karena penyalurannya bisa menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pangkalan.
“Karena dengan adanya elpiji, masyarakat menjadi lebih mudah mendapatkan elpiji, karena jangkauan pengecer lebih banyak dan lebih luas,” ujarnya.
Yang kedua, mengenai aspek paikologis, karena kata Fitria ini bukan hanya berbicara tentang harga atau ketersediaan dipasar. Tetapi aspek paikologis apakah kemudian dengan adanya pengecer ini akan berdampak baik.
“Ini tentu berdampak baik tetapi juga kemungkinan ada faktor behavior (kebiasaan) harga yang selalu naik atau pada konteks tertentu terbatasnya pasokan yang sangat memudahkan untuk memainkan harga dari beberapa temuan di pasar yang memahami kebiasaan kalau orang perlu orang bisa bayar berapa aja harga Elpiji karena keterbatasan stok,” bebernya.
Kalau berbicara mengenai statemen negatifnya, urai Fitria, di Pangkalan itu keuntungannya tidak banyak dan perlu segmen dan mengontrol cukup di pasar, macet atau mahalnya di pangkalan itu bisa dikontrol di sana.
“Masalahnya ketika terdistribusi ke masyarakat muncul masalah dan itu terjadi di pengecer. Karena kalau berbicara kontrol pasar semakin luas dan semakin melingkupi pengecer,” jelasnya.
Pengecer perlu memiliki lisensi sebagai pengontrol. Misalnya memerlukan aplikasi yang terintegrasi untuk distribusi siapa saja pengecer dengan sistem.
“Jadi yang kita perlukan memang pengelollan siatem yang baik serta juknis atau petunjuk teknis terkait proses distribusi elpiji ini dalam konteks keperluan elpiji karena ini memang kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan UMKM,” tuturnya.
Kalau kebutuhan urgen yang menjadi kebutuhan pokok untuk masyarakat dan para pelaku UMKM. Maka kaau sudah berbicara untuk pasar siapa pun ingin mendapatkan elpiji ini, jadi perlunya perbaikan regulasi.
“Saya mengatakan jika ini terus berlanjut sama saja ini membagi bagikan masalah yang kemungkinan juga tidak selesai jika tidak ada kebijakan dan pengawasan sistematis,” tambahnya.
Karena kalau kita tidak bersistem, beber Fitria, itu selalu pelaku di human eror yang harganya dimainkan atau ditinggikan dengan alasan kebutuhan yang mendesak dan sebagainnya.
“Padahal hal tersebut tidak benar memanfaatkan situasi orang yang membutuhkan kemudian menjualnya dengan harga mahal, menyimpan menumpuk melihat kelangkaan dulu baru dijual dengan harga yang tak sesuai dan ini perlu dibenahi oleh pemerintah,” tukasnya.
Sehingga pengawasannya ini memang dibenahi dan keterlibatan berbagai pihak ini harus diperbaiki dan dipantau karena ini merupakan hal yang penting.
“Kalau sebelumnya kita coba kebijakan yang di coba tapi kemudian ternyata eror kemudian balik lagi pada kebijakan lama tanpa adanya perbaikan lagi konteksnya menjadi masalah tidak akan terselesaikan,” imbuhnya.
Ia menegaskan, pemerintah perlu kembali belajar untuk menyelesaikan ini dengan mengevaluasi benar-benar agar tidak terus menerus menjadi polemik bagi masyarakat.
“Maka memang diperlukan kontrol siatematis, regulasi yang benar-benar dibenahi dan psikologi pasar juga harus benar-benar dipikirkan,” tegasnya.
Pertamina Tunggu Instruksi
Pemerintah melalui Kementerian ESDM sebelumnya melakukan kebijakan untuk melarang pengecer untuk tidak lagi menjual elpiji. Namun, usai pertemuan Presiden dan DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar pengecer boleh berjualan gas elpiji 3 kg seperti biasa. Sambil berjualan, para pengecer akan diproses menjadi sub pangkalan.
“Ya, DPR RI sudah berkomunikasi dengan Presiden sejak semalam. Dan bahwa kemudian ada keinginan dari Kementerian ESDM untuk menertibkan harga di pengecer supaya tidak mahal di masyarakat,” ujar Dasco di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
“Setelah komunikasi dengan Presiden, Presiden kemudian telah menginstruksikan kepada ESDM untuk per hari ini mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa, sambil kemudian pengecer-pengecer itu akan dijadikan sub daripada pangkalan,” sambung Dasco.
Mengenai hal tersebut, PT Pertamina (Persero) Kalimantan Tengah (Kalteng) mengatakan, terkait kebijakan pemerintah kembali memperbolehkan pengecer untuk dapat menjual elpiji, pihaknya menyebut akan menunggu instruksi dari Pertamina Pusat.
“Kami sedang menunggu instruksi dari Pertamina Pusat mengenai kebijakan baru yang memperbolehkan kembali pengecer menjual Elpiji,” kata Sales Branch Manager PT Pertamina Kalteng, Yasir Huwaydi singkat kepada Tabengan, Selasa (4/2).
Pangkalan Ikut Kebijakan Pemerintah
Sementara itu, Hariyanto salah satu pemilik Pangkalan elpiji 3 kg yang terletak di Jalan Pinus Palangka Raya mengatakan, ia selaku pangkalan mengikuti apapun kebijakan dari pemerintah terkait elpiji.
“Kami sih selaku pangkalan ikut apa kebijakan pemerintah saja,” kata Hariyanto kepada Tabengan, Selasa (4/2).
Ia juga menyebut, selaku pangkalan hanya menyediakan elpiji untuk masyarakat dan pelaku UMKM di sekitaran Jalan Pinus.
“Yang perlu dipikirkan juga kan kami pangkalan hanya buka sampai jam 17.00 WIB. Takutnya kalau ada masyarakat atau pelaku UMKM yang kehabisan gas diatas jam segitu nanti kerepotan, makanya biasanya dengan adanya pengecer memudahkan masyarakat yang butuh,” jelasnya.
Namun, ia berharap para pengecer yang menjual juga tidak terlalu mahal. Karena akan membebankan masyarakat dan diharapkan kepada pemerintah khusunya pertamina untuk dapat mengawasi dengan baik.
Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Palangka Raya dan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), saat dikonfirmasi Tabengan, hingga berita ini diturunkan tidak memberikan respon. rmp