Hukrim  

Sebut PT Al Kamila Langgar UU, Kemenag: Visa Amil Bukan Jalur Resmi Haji

Pelaksana Tugas Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Kalimantan Tengah H Hasan Basri

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID Polemik keberangkatan jemaah haji yang menggunakan visa non-haji terus mencuat. Perhatian publik kini tertuju pada PT Alkamila,  yang diduga memberangkatkan jemaah menggunakan visa tenaga kerja (visa amil), bukan visa haji sesuai regulasi.

Pelaksana Tugas Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Kalimantan Tengah H Hasan Basri menjelaskan, penyelenggaraan haji di Indonesia telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Dalam undang-undang disebutkan, penyelenggaraan haji Indonesia terdiri atas haji reguler dan haji khusus. Di luar itu, dikenal juga dengan istilah haji furoda atau haji mujamalah, yaitu undangan dari Pemerintah Arab Saudi,” ujar Hasan, Senin (10/6).

Hasan menjelaskan, ketentuan tentang visa haji di luar kuota nasional telah diatur dalam Pasal 17 dan Pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 2019.

“Pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa visa haji di luar kuota haji Indonesia dilarang digunakan oleh jemaah. Namun, pada ayat 2 disebutkan bahwa larangan itu dikecualikan bagi WNI yang mendapat undangan resmi (visa mujamalah) dari Pemerintah Arab Saudi,” jelasnya.

Namun, lanjut Hasan, pada musim haji tahun ini (1446 H/2025 M), Pemerintah Arab Saudi tidak mengeluarkan visa haji mujamalah untuk Indonesia. Artinya, tidak ada haji furoda tahun ini.

“Kalau tidak ada visa mujamalah yang dikeluarkan, maka otomatis tidak ada haji furoda untuk Indonesia. Yang diberangkatkan di luar haji reguler dan haji khusus, dengan visa amil, itu tidak sah secara hukum di Indonesia,” tegas Hasan.

Lebih lanjut, Hasan mengungkapkan, tindakan PT Alkamila yang memberangkatkan jemaah menggunakan visa tenaga kerja atau visa amil, menyalahi aturan.

“PT Alkamila sendiri mengakui bahwa mereka menggunakan visa amil, yaitu visa tenaga kerja. Ini jelas-jelas menyalahi ketentuan. Dalam UU kita tidak dikenal adanya ‘haji amil’. Yang diakui hanyalah haji reguler, haji khusus, dan haji furoda (visa mujamalah),” tegasnya.

Hasan menambahkan, sebagai PIHK resmi, PT Alkamila seharusnya hanya merekrut jemaah melalui jalur resmi, yakni haji khusus. Bila ada jemaah yang diberangkatkan melalui jalur furoda, PIHK wajib melaporkannya kepada Kemenag.

“Pasal 18 ayat 3 menyebutkan bahwa PIHK yang tidak melaporkan keberangkatan jemaah pemegang visa mujamalah akan dikenai sanksi administrasi. Kalau ini malah menggunakan visa amil, itu sama sekali di luar regulasi dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum,” ujarnya.

Dengan tegas, Hasan menyampaikan kembali bahwa pemberangkatan jemaah haji Indonesia harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demi keamanan dan kenyamanan jemaah itu sendiri. ldw