PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) Lohing Simon menyampaikan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sengketa Lahan dan Konflik Pertanahan ditargetkan rampung pada tahun 2026.
Pernyataan itu disampaikannya usai menerima kunjungan kerja Anggota DPD RI Dapil Kalteng Agustin Teras Narang, di ruang Komisi IV DPRD Kalteng, Selasa (7/10).
“Persiapan kita, kita membidangi itu. Kemitraan kita pertama bahwa Komisi IV lagi membahas rencana peraturan daerah tentang sengketa lahan. Ini yang sedang kita bahas dan mungkin tahun depan mudah-mudahan selesai,” ujar Lohing.
Dalam pertemuan itu, Teras Narang turut menyoroti berbagai persoalan pertanahan di Kalteng, termasuk tumpang tindih sertifikat hingga praktik mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat.
“Beliau (Teras Narang) mengidentifikasi persoalan sengketa lahan yang ada di Kalteng, terutama persoalan sertifikasi antara masyarakat yang tumpang tindih, mafia tanah sering terjadi,” kata Lohing.
Ia menjelaskan bahwa kunjungan Teras Narang berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria, yang menjadi perhatian bersama antara DPD RI dan Komisi IV DPRD Kalteng.
“Tujuan beliau di sini tentang pertanahan, yaitu mungkin melihat terhadap UU Pokok Agraria. Memang itu pertanahan mitra Komisi IV, dan tadi hadir dari OPD Kanwil Pertanahan, Diaperkimtan, PUPR, Dishut, dan Disbun,” ujarnya.
Tak hanya soal Raperda sengketa lahan, Lohing juga mengungkapkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) hingga kini belum rampung. Akibatnya, sekitar 4 juta hektare kawasan pemukiman dan pedesaan di Kalteng masih berstatus dalam kawasan hutan.
“Memang kita sudah dua tahun, periode yang lama sudah direvisi Perda RTRWP tapi sampai sekarang belum tuntas. Artinya ini pun dikejar supaya menyesuaikan apa yang menjadi sepantasnya kawasan di Kalteng. Contoh bahwa kita itu kurang lebih 4 juta hektare kawasan pemukiman atau kawasan pedesaan yang masih dalam kawasan hutan produksi,” tambahnya.
Lohing menegaskan, revisi RTRWP harus diarahkan untuk membebaskan desa dan wilayah masyarakat dari status kawasan hutan, bukan justru melegitimasi kepentingan para investor di sektor kehutanan dan perkebunan.
“Ini yang kita upayakan dalam revisi RTRWP ini harus diputihkan. Keinginan kita tidak ada lagi ke depan bahwa wilayah desa itu masuk kawasan hutan, wilayah kabupaten masuk kawasan hutan, tidak ada lagi. Inilah tujuan RTRWP yang dilakukan revisi,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam mempercepat penyelesaian revisi RTRWP. Tanpa koordinasi yang intensif, ia khawatir revisi tersebut justru kehilangan makna.
“Jalan terus itu, ketuanya Pak Freddy Ering. Target dari tahun kemarin belum tuntas. Mereka pusat harus berkomunikasi dengan daerah, ndak ada gunanya kita merevisi toh tidak menyelamatkan kepentingan masyarakat, ndak ada artinya,” tandasnya.
Sebagai wakil rakyat, Lohing menegaskan, DPRD Kalteng akan tetap berdiri di barisan masyarakat dan tidak akan membiarkan revisi RTRWP dijadikan alat untuk kepentingan pihak tertentu.
“Kita jangan mau apalagi hanya menyelamatkan, melegalkan kepentingan para investor. Jangan. Kita sebagai anggota DPRD, wakil rakyat, kita harus berpihak pada kepentingan masyarakat,” pungkasnya. jef