PALANGKA RAYA/tabengan.com – Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya, mengundang keprihatinan seluruh unsur yang ada. Salah satunya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalteng yang menyoroti tingginya lonjakan kasus itu dari tahun-tahun sebelumnya.
“Rasa prihatin kita didasari dari banyaknya keluhan masyarakat terkait kasus DBD yang begitu mewabah di berbagai wilayah. Maka berangkat dari rasa itu, kami secara organisasi mendorong mitra kerja melalui pertemuan dengan pihak medis, seperti Rumah Sakit Doris Sylvanus selaku sarana medis terbesar di kota ini,” ujar Plt Ketua PWI Kalteng Sadagori H Binti, di sela-sela diskusi bersama jajaran pihak rumah sakit, Kamis (27/12).
Dalam pertemuan yang didampingi sejumlah pengurus lain, pihaknya secara langsung menemui Wakil Direktur Pendidikan dan Kemitraan RSUD Doris Sylvanus dr Theodorus Sapta Atmadja, dan beberapa pasien yang terkena DBD. Dari komunikasi bersama itu, didapat pula sejumlah data pasien DBD yang meningkat signifikan dari tahun sebelumnya.
Dengan kondisi semacam itu, PWI meminta Pemprov maupun Pemko, segera menyikapi persoalan ini secara sigap. Misalnya dengan memberikan imbauan melalui RT/RW di lingkungan masing-masing, untuk melaksanakan kerja bakti massal.
“Dari informasi dalam pertemuan tadi, salah satu cara efektif agar ke depan kasus DBD tidak terulang lagi, yaitu dengan pembersihan lingkungan melalui kerja bakti, khususnya parit ataupun genangan air yang berpotensi munculnya penyakit mematikan tersebut,” ucap pria murah senyum itu.
Apabila pemerintah sudah menganggap persoalan ini tidak main-main dan perlu penanganan serius, maka jangan sungkan untuk menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Ketika itu sudah berlaku, maka penanganannya jelas lebih masif, terarah dan maksimal.
Saran lainnya, kata dia, ketika sudah masuk dalam jumlah kasus DBD yang tinggi, maka masyarakat diimbau ikut serta atau sukarela dalam donor darah. Pasalnya, kebutuhan darah atau trombosit, sangat bergantung dari donor-donor tersebut. Apalagi stok darah sendiri harus tersedia setiap saat, apabila diperlukan dalam penanganan DBD.
“Ini menjadi cara ataupun konsep dalam meminimalisir masyarakat yang menjadi korban DBD, bahkan sebelumnya sudah ada yang meninggal dunia,” ucap Ririn, panggilan akrab Sadagori.
Sementara itu, Wadir RSUD Doris Sylvanus dr Theodorus Sapta Atmadja mengakui dari data-data yang ada, terlihat peningkatan cukup tajam antara 2017 dan 2018. Sebut saja untuk pasien DBD rawat jalan UGD pada November 2017 berjumlah 7 orang, sementara di 2018 meningkat menjadi 56 orang.
Lalu pada Desember 2017, jumlah pasien DBD ada 13 orang, pada 2018 meningkat menjadi 55 pasien. Sedangkan untuk pasien rawat inap pada November 2017 ada 13 orang, pada 2018 meningkat signfikan menjadi 229 orang. Bahkan pada Desember 2017 silam, pasien DBD rawat inap hanya berjumlah 12 orang, kini pada 2018 melonjak 117 orang. drn