Sengketa Tanah, Warga dan Preman Nyaris Bentrok

PALANGKA RAYA – Gara-gara masalah sengketa tanah, warga dan preman nyaris bentrok. Beruntung aparat kepolisian yang bisa menengahi ketegangan tersebut.

Kawasan Jalan Menteng X, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, Palangka Raya, Sabtu (27/5), sekira pukul 12.45 WIB, mendadak mencekam. Puluhan warga bersenjata parang, mandau, tombak, dan kayu terlihat bergerombol. Sementara di sisi lain, tampak segerombolan orang yang disebut-sebut preman tanah juga bersiap dengan senjata mandau dan parang.

Puluhan warga ini tanpa diperintah langsung mendatangi sebuah eksavator yang tengah bekerja membuat badan jalan. Sebagian warga berniat untuk membakar dan menghentikan eksavator tersebut. Kondisi sempat tegang, karena antara warga dengan pihak pekerja proyek saling adu argumen terkait status kepemilikan tanah yang digarap tersebut.

Usai bersitegang dengan salah satu pengawas proyek pekerjaan bahu jalan itu, akhirnya disepakati aktivitas alat berat eksavator dihentikan. Eksavator tersebut selanjutnya meninggalkan lokasi pekerjaan. Tidak lama berselang, jajaran aparat Polsek Pahandut turun langsung ke lokasi untuk melakukan pengamanan bila kericuhan meluas. Ketegangan ini terjadi akibat permasahan aktivitas pekerjaan yang dilakukan di tanah milik warga.

Bahkan tanah-tanah warga yang ada di kawasan tersebut dinyatakan tidak secara sah dimiliki. Padahal secara yuridis, warga-warga yang ada di kawasan itu telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) dan Surat Keterangan Tanah (SKT). Kami minta pekerjaan dihentikan sekarang juga. Negara ini berdasarkan hukum maka segala persoalan harus diselesaikan secara hukum. Tidak boleh asal garap di atas tanah milik orang lain. Apabila tetap ngotot kami siap untuk berperang dengan siapa pun yang menyerobot tanah di kawasan ini tanpa putusan hukum tetap, teriak salah satu warga.

Kejadian ini bermula dari pelaporan Gelly T Rundjan dan Hj Muhibah kepada pihak Kedamangan Kecamatan Jekan Raya, terkait sengketa tanah di kawasan Jalan Soekarno RT.03/RW. X, Kelurahan Menteng. Luas tanah itu mencapai kurang lebih 170 meter x 1.050 meter. Mediasi yang dilakukan oleh jajaran Kedamangan Kecamatan Jekan Raya, pihak Kelurahan, dan Kepolisian dianggap tidak membuahkan hasil sama sekali.

“Kami heran kenapa kok tiba-tiba ada yang mengklaim tanah-tanah masyarakat yang ada di kawasan ini merupakan milik mereka. Kenapa tidak dari dulu. Setelah puluhan tahun tiba-tiba mengaku memiliki tanah yang ada. Tanah-tanah warga yang ada di sini semuanya rata-rata telah memiliki sertifikat dan SKT resmi dari pemerintah,” ucap seorang warga yang tidak ingin namanya dipublikasi.

Menurut warga, pencaplokan lahan yang menggunakan verkliring 10 Juli 1958 atas nama almarhum DJili Ngantung itu sama sekali tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Tengah, Nomor.33.500.1.42 tanggal 27 Januari 1993, perihal tanah milik adat secara tegas disebutkan, tanah dikuasai/dipelihara/dimanfaatkan secara nyata (produktif) terus menerus turun/temurun.

Penguasaan tanah tersebut dihormati masyarakat setempat, setiap peralihan hak yang terjadi sebelum PP No.10 tahun 1961 berlaku secara efektif di daerah tersebut, perlu pembuktian secara tertulis dan sedapat mungkin dilegalisir oleh Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat. Setelah PP No.10 tahun 1961 perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah-tanah milik adat tersebut dapat dibuktikan dengan Akta Tanah (PPAT).dor