PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Polemik perbedaan hasil tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) antara satu rumah sakit dan rumah sakit lainnya menjadi sorotan praktisi hukum di Kalimantan Tengah.
“Jangan takut melaporkan jika menemukan ketidakprofesionalan dari oknum tenaga kesehatan, baik kepada atasan langsung, Dinkes, Pemda, bahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika ditemukan ada dugaan tindak pidana,” kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum Penegak Hukum Republik Indonesia, Suriansyah Halim, Senin (30/8).
Halim berpendapat, sikap pertama dari pemerintah dan Dinkes seharusnya melakukan pemeriksaan ulang, karena kasus ini bukan yang pertama atau berupa pengulangan dari beberapa orang yang melakukan tes PCR dengan hasil yang berbeda.
Pemeriksaan baik terhadap tenaga kesehatan yang melakukan pengetesan apakah sudah dilakukan dengan sesuai prosedur atau tidak sesuai, dan pengetesan keakuratan alat tes PCR yang dipakai, sehingga tidak merugikan masyarakat baik secara materiil berupa dari biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan tes PCR tersebut. Dan jelas, kerugian imateriil dari perasaan masyarakat yang dinyatakan positif, ada mungkin yang ketakutan, kepikiran, dan yang dikhawatirkan bisa menyebabkan orang tersebut drop hingga sakit.
“Pemeriksaan oleh Pemda dan Dinkes untuk mencegah terjadinya kesengajaan dari oknum yang mungkin bermain atau mengambil keuntungan jika orang tersebut dinyatakan positif,” kata Ketua DPC Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Palangka Raya tersebut.
Tentunya jika setelah pemeriksaan ditemukan PCR yang bermasalah maka Pemda dan Dinkes harus segera mengganti PCR dengan yang akurat. Bila ditemukan ada oknum yang bermasalah, maka sikap tegas dan jujur dari Pemda dan Dinkes untuk melaporkan perkara tersebut ke APH untuk melakukan pemeriksaan.
Bagi masyarakat yang hasil tesnya dinyatakan positif jangan langsung panik. Jika curiga alatnya tidak akurat atau tenaga kesehatannya yang tidak profesional, maka masyarakat dapat melakukan tes PCR ulang di tempat berbeda untuk perbandingan.
Masyarakat yang menemukan ketidakakuratan alat tes PCR dapat membantu dengan menyampaikan ke tenaga kesehatan, Pemda dan Dinkes supaya tidak lagi bertambah banyak kerugian bagi orang lain.
“Bila masyarakat menemukan ada oknum ‘bermain’, jangan ragu atau takut untuk melaporkan oknum tersebut kepada APH karena ada ancaman pidana menanti bagi oknum tersebut seperti dalam Pasal 263 KUHP dengan ancaman penjara selama 6 tahun, 268 KUHP ancaman 4 tahun, Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 dan Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 6 tahun 2018 masing-masing ancaman 1 tahun penjara,” pungkas Halim.
YKI Kalteng
Terpisah, Ketua Yayasan Konsumen Indonesia (YKI) Kalteng Wikarya F Dirun mengemukakan, dari beberapa pemberitaan yang YKI pantau hasil pertama positif, hasil kedua belum tentu positif juga, bisa jadi bahkan negatif.
Untuk itu, lanjut Wikarya, yang dapat dilakukan untuk menentukan orang yang sembuh dari virus Covid-19 harus dilakukan 2 kali tes, dan hasil berturut-turut negatif.
“Itu protapnya, jadi boleh jadi di RS Doris hasil positif, di tempat lain negatif, sehingga untuk memastikannya harus 2 kali tes dengan hasil yang sama,” ungkapnya kepada Tabengan, Senin (30/8).
Wikarya mengimbau agar masyarakat dapat mengikuti protap yang sudah ditentukan Kemenkes untuk memastikan hasilnya, yaitu dengan tes kembali sampai mendapat hasil yang sama secara berturut-turut sebanyak 2 kali. Dengan begitu, apa yang menjadi pertanyaan dan kekhawatiran masyarakat pada umumnya tidak terjadi lagi. dre/dsn