Ekobis  

Petani Cabai Keluhkan Kesenjangan Harga

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Memasuki pekan ketiga Juli 2019, harga cabai di pasaran di Kota Palangka Raya, masih tinggi. Harga cabai yang mulanya hanya Rp35 ribu per kilogram kini menjadi Rp80 ribu per kilogram. Tak hanya warga konsumen, hal ini ternyata juga dikeluhkan para petani cabai. Ada kesenjangan harga di tingkat petani yang lebih redah dibandingkan di tingkat konsumen.

“Ada kesenjangan harga, rendah di petani namun tetap tinggi di konsumen. Harusnya kalau harga cabai di pasaran naik, petani mendapatkan laba. Ini malah tidak untung sama sekali,” ucap Asep Eko DS, salah satu petani cabai di Tangkiling, Palangka Raya, Jumat (19/7).

Mantan Ketua Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Palangka Raya ini mengakui, kesenjangan harga yang cukup jauh karena ketergantungan petani yang tinggi terhadap tengkulak. “Jadi memang kendalanya saat ini kadang harga dikendalikan oleh tengkulak, ambil dari petani murah tapi kenyataannya harga sekarang melonjak dipasaran,” jelasnya.

Diakuinya, saat ini harga tengkulak dari petani hanya sebesar Rp45 ribu per kg. Hal ini yang membuat para petani merasa dirugikan. “Hanya segitu saja, padahal sampai pasar udah sampai dua kali lipat,” bebernya. Lebih lanjut, Ia mengaku bahwa dapat menjual langsung ke pasar tanpa harus melalui tengkulak. Namun hal tersebut perlu tenaga lebih ekstra untuk menjual langsung. “Ya, bisa saja, tapi petani sudah capai di kebun kemudian harus menjualnya lagi ke pasar, maka dari itu mau tidak mau menjual ke tengkulak,” ujarnya.

Saat ini stok cabai memang sedikit dikarenakan sudah masuk musim kemarau yang membuat para petani mengalami kendala. Selain itu, pasokan dari Jawa maupun Banjarmasin juga mengalami ketelambatan. “Sudah masuk musim kemarau ini belum lagi sekarang sudah terlihat kabut asap ketika pagi hari. Yang jelas ini ke depannya akan berpengaruh terhadap hasil panen,” ungkapnya.

Terkait harga harga cabai dari petani ke tengkulak memang belum ada aturan dari pemerintah daerah, sehingga harga produk dari petani diserahkan semua kepada hukum pasar. “Ini menjadi kendala sekali karena mengikuti hukum pasar, jadinya petani hanya mengaikuti harga yang ada. Seharusnya ada intervesi dari pemerintah terkait stabilitas harga ke petani, sehingga kami petani cabai bisa mendapatkan untung,” kata pria yang pernah menjadi staf di DPRD Kota Palangka Raya sebelum banting setir jadi petani. m-sda