PALANGKA RAYA/tabengan.com – Wabah virus kolera yang menyerang hewan babi di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat, membuat resah warga khususnya pengonsumsi daging babi di Kota Palangka Raya. Mereka khawatir informasi mengenai wabah yang menjangkiti hewan tersebut merambah ke Kalteng.
“Khawatirlah, takut gimana gitu. Apalagi ini menjelang Natal. Pasti salah satu menu di rumah akan ada olahan daging babi,” kata Yani, warga yang tinggal di Jalan Seth Adji dengan nada cemas kepada Tabengan, Senin (11/11).
Ketika dikonfirmasi, baik Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palangka Raya maupun Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng mengakui belum ada laporan kasus kolera pada daging babi terjadi di Palangka Raya.
Meski demikian, Kadinkes Kota Palangka Raya drg. Andjar Hari Purnomo mengimbau langkah preventif yang tepat dilakukan pada aspek peternakan babi dengan menghindari pola pemeliharaan yang jorok dan tidak terpola.
“Selain itu, harus menerapkan manajemen bio security yang benar. Yaitu dengan membuat lingkungan peternakan yang tidak lembab, becek, dan basah,” kata Andjar di ruang kerjanya, Selasa (12/11).
Kepala TPHP Provinsi Kalteng Hj Sunarti mengatakan, wabah kolera yang terdapat dalam hewan babi saat ini baru terjadi di Provinsi Kalbar. Namun, ia mengakui pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait di Kalbar untuk langkah penyebaran wabah tersebut.
“Kolera babi itu atau clasical swine fever (CSF) di wilayah Kalimantan untuk saat ini hanya terjadi di Kalbar. Semoga tidak menyebar ke Kalteng. Karena secara geografis Kalbar dan Kalteng tidak berbatas, kami telah melakukan rapat koordinasi, khususnya dari sisi peternakan. Untuk memperketat pengawasan di wilayah-wilayah perbatasan Kalbar dan Kalteng,” katanya.
Sunarti menambahkan, pihaknya telah melakukan langkah antisipasi terkait wabah tersebut dengan langkah-langkah proaktif bekerja sama dengan instansi terkait. Menyosialisasikan kepada peternak untuk melaporkan dan memeriksakan hewan ternaknya kepada petugas yang ada di lapangan.
“Tapi pada dasarnya, prinsipnya kita Dinas TPHP siap apabila hal itu terjadi. Kita harapkan kepada peternak-peternak yang ada itu memeriksakan, setidaknya melaporkan kepada petugas-petugas kami di lapangan. Kita punya mantri kesehatan hewan dan dokter hewan juga banyak. Kita rajin keliling untuk memberikan edukasi dan sosialisasi ke mereka,” imbuhnya.
Dinas TPHP, lanjut dia, juga bekerja sama dengan dinas kabupaten/kota. Pihaknya sebagai pembina di provinsi, punya tangan lebih panjang ke masyarakat. Sudah sering mengadakan rapat koordinasi dan imbauan, serta proaktif terhadap hal-hal seperti ini.
Selain itu, pihaknya juga telah memiliki laboratorium yang cukup lengkap di Km 3. Dapat mendeteksi berbagai macam penyakit hewan dan DNA hewan. Fasilitas tersebut juga dibuka untuk pelayanan masyarakat umum.
“Lab tersebut sudah bisa mendeteksi berbagai macam penyakit hewan. Jadi kita melayani untuk umum. Untuk membedakan DNA hewan. Contoh dicurigai dari daging tikus, satu sel pun kita bisa mendeteksi itu. Di sana alatnya lengkap. Lab itu posisinya dalam rangka akreditasi. Sebentar lagi sudah terakreditasi. Jadi kita bisa publish bahwa lab kita mampu mendeteksi itu,” katanya lagi.
Sunarti juga mengharapkan para konsumen daging babi agar dapat memasaknya dengan cara yang benar. Sebab menurutnya, jika memasaknya dengan cara yang tepat dan benar, virus tersebut dapat dilemahkan.
Dinas TPHP melalui UPT Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner siap melayani konsultasi dan identifikasi: virus african swine fever, rabies, identifikasi pencampuran babi atau tikus, cemaran mikrobiologi, cemaran logam berat, identifikasi parasit hewan, identifikasi titer antibodi post vaksinasi hewan (anjing, kucing, ayam, sapi, babi, dll) avian influenza (flu burung), brucellosis dan lainnya. dsn