206 Tekon Ungkap Kejanggalan ke Dewan

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kisruh seleksi tenaga kontrak (Tekon) 2018 berujung pada ketidakpuasan 206 honorer yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Menindaklanjuti itu sejumlah perwakilan tekon mendatangi DPRD Kalteng untuk menyampaikan aspirasi dan audiensi, Selasa (6/3).

Rombongan diterima secara langsung oleh Komisi A yang diketuai Yohanes Freddy Ering.
Hadir jajaran lainnya seperti HM Fahruddin, Nataliasi, H Zain Alkim, dan Jubair Arifin. Dalam pertemuan itu pihak tekon menyampaikan keluhan, terkait sistem seleksi yang dianggap janggal.

Menanggapi keluhan tersebut Ketua Komisi A Freddy Ering menyatakan keprihatinannya. “Kami sepakat akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama unsur terkait untuk menindaklanjuti keluhan ini,” ujarnya usai audiensi bersama perwakilan tekon.

Pihak-pihak yang nantinya akan dipanggil adalah BKD, Inspektorat, Biro Hukum, Plt Sekda, dan Asisten III lingkup Pemprov.

Pihaknya sendiri masih belum bisa menyimpulkan apapun, menyangkut polemik yang terjadi, kendati ada bukti serta kejanggalan yang dikemukakan oleh para penyampai aspirasi terkait.

Sementara, Wakil Ketua Komisi A HM Fahruddin mengatakan, tindaklanjutnya memang RDP bersama jajaran terkait. Apalagi, pihaknya sudah mendapatkan data jelas dari para tekon.

“Kita juga melihat adanya ketertutupan antara SOPD dan BKD terkait nilai. Tadi ada yang mengeluhkan nilai di SOPD tinggi, nyatanya di BKD malah berbeda bahkan berujung TMS,” tegas Fahruddin.

Fahruddin berharap data yang ada bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga ketika RDP bersama pihak terkait nantinya, bahan itulah yang menjadi dasar.

Anggota Komisi A lainnya Nataliasi mengakui memang secara aturan disebutkan adanya seleksi pertahun dan tenaga PPK minimal 5 tahun. “Namun dengan catatan ada sistem pemetaan, klasifikasi beban kerja, dan jurusan teknis kemampuan tenaga PPK,” ucapnya.

Dirinya juga menyebut seleksi sendiri memang dikhususkan bagi para tenaga di lini teknis. Sementara seperti sopir, cleaning service, security, pantry, dan sebagainya seharusnya tidak masuk dalam tes di lingkup itu.

Aturan yang baru menyebutkan, para tenaga semacam itu diatur secara khusus bukan di jalur ASN. Namun bisa dilaksanakan melalui pihak ketiga. “Namun kenyataannya, kita diatur di dalam seleksi, di mana test itu salah penempatannya,” kata dia.

Anggota Komisi A lainnya, H Zain Alkim mengatakan, jika semuanya dilakukan secara transparan maka tidak akan terjadi keributan akibat di PHK nya 206 tenaga kontrak yang sudah bekerja cukup lama di beberapa satuan organisasi perangkat daerah
(SOPD) Kalteng.

Aspirasi Tekon
Dalam pertemuan dengan Komisi A, para tekon mengungkapkan kejanggalan dan ketidakadilan yang dilakukan BKD dan SOPD. Seperti kejanggalan dalam mekanisme pelaksanaan evaluasi tenaga kontrak, sistem penilaian yang tidak transparan, dan pengumuman hasil evaluasi.

Mereka menjelaskan pada bulan Oktober, BKD mengeluarkan permintaan penilaian kinerja kepada SOPD di mana yang menilai langsung adalah para pejabat eselon III dan eselon IV.

Bayu, tekon dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kalteng mengatakan, BKD tidak menerapkan SOP yang sesuai dengan penerapan dalam mencari tenaga kerja yang berkualitas. “Tidak ada SOP, tidak ada passing grade. Dalam nilai kinerja dan nilai tes tertulis, seharusnya ada standar. Kami berkali-kali menanyakan tentang ini, namun BKD tidak menjelaskan,” jelasnya.

Seharusnya, kata dia, tes tulis ini dapat dipertanggungjawabkan oleh BKD, mengapa nilai yang TMS semua sama di semua SOPD. “Tentang nilai kinerja, kami sudah klarifikasi ke pejabat eselon III dan eselon IV masing-masing, di mana nilai yang diberikan SOPD kepada BKD, pada kenyataannya berubah hasilnya. Contoh di Kabid memberikan nilai 80, namun saat keluar menjadi 50,” ungkap dia.

Dan yang paling parah, ada tenaga cleaning service yang diikutkan dalam tes tertulis jadi standarnya disamakan dengan tenaga administrasi, dan hal ini sudah ditanyakan ke BKD, jawabnya diikutkan saja dulu. Ada juga, cleaning yang hanya wawancara, namun keluar nilai tes tertulisnya.

Yoga, tekon dari Dinas Pendidikan menilai sistem penilaian BKD tidak transparan, tidak memiliki standar kelulusan atau passing grade sehingga dasar penilaian hasil evaluasi ini janggal. “Ada yang mendapat nilai 50, nilai 20, bahkan ada yang nilai 0. Kami lalu berasumsi, apa yang 50 hanya masuk Senin-Kamis saja, atau yang mendapat nilai 20, hanya masuk kantor sebulan sekali saja, dan yang mendapat nilai 0, apa tidak pernah masuk sama sekali selama satu tahun,” ujarnya.

Amanda dari Dinas Koperasi dan UKM menjelaskan, pengumuman evaluasi yang dapat dilihat laman BKD, www.bkd.go.id dengan cara memasukkan nomor ujian dan tanggal lahir, atau meminta langsung kepada SOPD masing-masing. Namun, beberapa SOPD tidak mau terbuka memberikan hasil evaluasi.

“Dari laman www.bkd.go.id tekon yang TMS mendapat dua kriteria penilaian, yaitu tes tertulis dan tes penilaian kinerja. Sementara, yang memenuhi syarat (MS), tidak ditampilkan berapa hasil nilainya, dan hasil yang TMS memiliki nilai yang sama, dari tes tulis, evaluasi dan rata-rata,” jelasnya.

Mereka menyimpulkan bahwa evaluasi tenaga kontrak 2018 hanyalah cara BKD dan SOPD untuk menyingkirkan tenaga kontrak lama berdasarkan azas suka atau tidak suka, tidak berdasarkan kemampuan dan pengalaman kerja, dan pengalaman tenaga kerja kontrak yang bersangkutan.

Mereka juga memohon kepada DPRD agar membatalkan hasil evaluasi tekon tahun 2018 yang dilakukan oleh BKD, karena ditemukan banyak kejanggalan dan maladministrasi, Selain itu mereka juga mendorong DPRD agar membuat regulasi tentang perlindungan tenaga kontrak dalam bentuk Perda. drn/sgh/m-sms