+Protes Vonis Rendah Dugaan Kasus Pelecehan Oknum Polisi Dituding Rendahkan Harkat Perempuan Dayak PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Vonis 2 bulan penjara terhadap oknum perwira Polda Kalteng berinisial MA yang terbukti melakukan kekerasan seksual pada 2 siswi SMK membuat geram sejumlah pihak.
Evi Selvia Ruji yang merupakan tante sekaligus penerima kuasa atau wali keluarga salah satu korban menyatakan, keluarga besarnya tidak terima atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya terhadap MA.
“Lembaga adat Batamad dan organisasi masyarakat di Kalimantan Tengah akan melakukan demonstrasi. Kami tidak terima harkat perempuan Dayak direndahkan oleh siapa pun,” ucap Evi yang juga Kepala Sekretariat Barisan Pertahanan Adat Masyarakat Dayak (Batamad) Provinsi Kalimantan Tengah, Senin (14/8).
Dalam waktu dekat, mereka berencana melakukan demonstrasi ke PN Palangka Raya dan Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya.
Latar belakang perkara mencuat ketika 2 siswi SMK mengaku dilecehkan saat melakukan kerja magang di kantor MA yang berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP). Dalam proses persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut MA dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp6,8 miliar subsider kurungan selama 6 bulan.
Majelis Hakim PN Palangka Raya kemudian memvonis MA dengan pidana penjara selama 2 bulan dan denda Rp5 juta subsider kurungan selama 1 bulan. JPU memastikan akan mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut ke PT Palangka Raya.
Evi mengapresiasi keseriusan aparat kejaksaan yang menangani perkara, membuat tuntutan hingga pengajuan proses banding. Tapi dia menyayangkan sikap PN yang memvonis rendah MA.
“Korban saat ini mengalami trauma. Demikian pula ibu dari korban,” beber pengajar pada salah satu sekolah itu.
Dia meyakini luka psikis korban tidak akan hilang seumur hidupnya. Bahkan kini sikap korban berubah tertutup, menjadi pendiam dan langsung menangis apabila ada yang menanyakan tentang peristiwa tersebut.
Evi menyesalkan terjadinya pelecehan tersebut dilakukan oleh aparat yang seharusnya dipercaya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Dia meminta pihak Polda Kalteng ikut mengawasi dan memproses MA secara tegas.
Dia khawatir putusan rendah terhadap MA tersebut dapat memicu peristiwa serupa oleh oknum kepolisian lainnya karena menganggap enteng sanksi hukumnya. Evi berharap Kapolda Kalteng mempertimbangkan secara serius apabila hendak mempertahankan oknum anggota Polri yang memiliki masalah asusila.
Kritik Dewan
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Beta Syailendra, memberikan respons keras atas putusan yang dinilai mencederai hukum di Indonesia.
Menurut Beta Syailendra, ada apa dengan hukum di Kalteng ini. Putusan terhadap pelaku pelecehan seksual hanya 2 bulan penjara, dari tuntutan 7 tahun. Ini sangat jelas mencederai hukim dan rasa keadilan di negeri ini, khususnya di Kalteng.
“Tidak ada kepekaan dari majelis hakim pengadilan negeri Palangka Raya. Mengingat yang diputuskan ini adalah kasus pelecehan seksual. Korban pelecehan seksual itu adalah anak di bawah umur, di mana keberpihakan terhadap korban, dan keluarga. Apabila memang tidak diputuskan 7 tahun, oke lah, tapi tidak juga diputuskan 2 bulan,” tutur Beta, saat mengugkapkan kekecewaannya atas putusan 2 bulan penjara kepada AKP MA pelaku pelecehan seksual, Minggu (13/8).
Pertanyaan pula, kata Anggota DPRD Palangka Raya ini, ada apa dengan nurani majelis hakim. Tidakkah memikirkan masa depan korban. Terlebih putusan yang hanya 2 bulan penjara, dan tidak lama kemudian keluar, dan bisa bertemu dengan korban. Ini sangat jelas menciderai dan melukai rasa keadilan bagi masyarakat.
Beta mendukung penuh langkah pihak kejaksaan untuk melakukan banding. Harapannya, di tingkat selanjutnya akan diputuskan sebuah putusan yang lebih adil dan memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban. dre/ded





