PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng) bersama warga desa dan NGO di Kalteng, menggelar konferensi pers penyampaian hasil pemantauan lapangan yang telah dilaksanakan.
Janang Firman P dari Walhi Kalteng menyampaikan, potret aktivitas perkebunan sawit dalam kawasan hutan dan pengampunan kejahatan lingkungan oleh pemerintah kepada Perusahaan Besar Swasta (PBS) kelapa sawit, diduga telah melakukan berbagai pelanggaran dan kejahatan lingkungan.
Janang menyampaikan, hasil analisis data yang termuat dalam laporan “sawit ilegal dalam kawasan hutan” yang dipublikasi GreenPeace Indonesia 2021, terdapat seluas 821.862 hektare tutupan sawit, yang dimiliki perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan di Kalteng. Hasil identifikasi kegiatan usaha terbangun dalam kawasan hutan di Kalteng oleh KLHK, menyajikan data, terdapat sebanyak 364 unit usaha perusahaan PBS sawit seluas 169.673 hektare kebun kelapa sawit di Kalteng berada di kawasan hutan.
Ada berbagai catatan kritis yang dihimpun Walhi, yang mengungkap fakta lapangan mengenai kontradiksi efektivitas dan implementasi kebijakan pemutihan sawit ini.
“Hasil pemantauan lapangan 2023, lima PBS Keapa Sawit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Kabupaten Seruyan, PT HMBP I, PT HMBP II, PT MAS, PT MAP dan PT AB, diketahui adanya aktivitas pembangunan kebun, yang diduga berada dalam kawasan hutan tanpa Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH), dengan total luasan sebesar 51.037 hektar,” kata Janang, Rabu (11/9) di Palangka Raya.
Selain itu, PT HMBP II, PT MAS, PT MAP dan PT AB juga diketahui melakukan aktivitas penanaman sawit di atas Kawasan Ekosistem Gambut, dengan total luas sebesar 43.228 hektar. Terdiri dari aktivitas penanaman sawit pada fungsi lindung, dengan total luasan sebesar 17.116 hektar, dan pada fungsi ekosistem gambut budidaya dengan luas total sebesar 26.112 hektar.
Empat perusahaan itu, diketahui tidak melakukan kegiatan perlindungan, dan pengelolaan ekosistem gambut, sebagaimana yang tercantum pada izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan terkait. Tak hanya itu, pada 4 konsesi ini juga, diketahui mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berulang, baik di dalam konsesi, maupun di sekitar areal konsesinya.
“Ini menunjukan, perusahaan tidak berkomitmen dalam upaya pencegahan dan penanganan karhutla, yang menimbulkan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.
Pada pemantauan yang telah dilakukan, ditemukan adanya aktivitas penanaman pohon sawit pada kawasan rawa, sepadan sungai, dan sepadan danau yang dilakukan PT MAS, PT HMBP I, PT HMBP II, PT AB, yang kemudian mengakibatkan dampak pada kerusakan, dan pencemaran lingkungan.
Hal ini menunjukan, lima perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran, dan terdapatnya maladministrasi dalam memperoleh perizinan perkebunan, baik izin lokasi, izin usaha perkebunan, izin pelepasan kawasan hutan, dan hak guna usahanya. Tidak sampai disitu, lima PBS ini juga memiliki rekam jejak konflik agraria dengan warga desa disekitar konsesinya.
Sementara itu, Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menyampaikan, upaya penyelesaian kegiatan usaha di kawasan hutan seharusnya dilakukan secara transparan, dan partisipatif, sehingga pada proses sampai dengan hasilnya semestinya terbuka untuk publik.
Pemberian pengampunan dan pemutihan, perlu didahului dengan analisis pemenuhan komitmen perusahaan, terhadap peraturan perundang-undangan, serta komitmennya terhadap pemulihan lingkungan. Jangan sampai, perusahaan yang cacat administratif, dan juga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan, malah terampuni dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan pemutihan.
“Komitmen pemulihan lingkungan perlu ditekankan, atas dampak yang ditimbulkan, oleh adanya aktivitas perkebunan sawit di Kalteng. Sebelum adanya pemutihan, komitmen perusahaan sudah rendah, apalagi kalau misalnya diputihkan. Moratorium perizinan oleh KLHK untuk penyelesaian kegiatan usaha di kawasan hutan, juga mesti segera dilakukan,” tutup Bayu. ded