Kondisi Berawan, Tidak ada Hotspot

PALANGA RAYA/tabengan.com – Meski sebelumnya pihak BMKG memperkirakan Agustus dan September akan menjadi puncak dari musim kemarau di Kalimantan Tengah, namun kondisi berawan dan hujan lokal masih turun di beberapa wilayah di Kalteng.

Hal ini sangat membantu karena beberapa pekan terakhir telah terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah wilayah yang dapat menyebabkan munculnya kabut asap yang bisa mengancam kesehatan masyarakat Kalteng.

Menurut prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas I Palangka Raya, Renianata, pada 7, 8, 9 September, daerah utara Kalteng dalam kondisi berawan, dan akan disusul oleh daerah lain pada 10 dan 11 September. Selain itu, pada 9,10 dan 11 September, diramalkan bahwa hujan akan turun hampir menyeluruh di daerah Kalteng.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dikarenakan kondisi yang berawan ini menyebabkan tidak ditemukannya hotspot (titik api). “Beberapa hari ini berkurang, karena berawan dan hujan, jadi tidak terlalu panas, dan sampai jam 1 ini, Jumat (7/9), tidak ada hotspot,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan orang seringkali menganggap bahwa ada kemarau basah dan ada kemarau kering. “Kemarau itu, ia memang disebut musim kemarau, namun dalam kemarau itu bukan berarti sama sekali tidak ada hujan. Jadi orang berpersepsi bahwa tidak ada hujan sama sekali, padahal sebenarnya kemarau itu tetap ada hujan, hanya saja intensitasnya yang kecil atau berkurang,” terangnya.

Dikatakan dia, meskipun sebenarnya September diramalkan menjadi puncak kemarau, namun di awal Oktober nanti, di wilayah utara telah memasuki awal musim hujan.

“Sehingga akhir bulan September nanti ada beberapa wilayah, khususnya daerah utara itu sudah memasuki peralihan dari kemarau ke musim hujan, dalam kondisi peralihan biasa terjadi hujan besar dan bisa disertai dengan angin kencang hingga petir,” ungkapnya.

Ia mengatakan, musim kemarau kali ini bisa dibilang hampir tidak ada karena masih normal dan biasanya bisa lebih panas. “Namun tahun ini normal saja, tidak pengaruh seperti dulu, sehingga kebakaran tidak parah, ditambah penanganan juga cepat, kita lihat tim penanganan karhutla sangat sigap. Ketika muncul titik hotspot, mereka langsung terjun agar tidak meluas, jadi memang hotspot berkurang dan tim juga cepat menangani,” jelasnya.

4 Kasus Karhutla di Barut
Sementara dalam sepekan terakhir, setidaknya terjadi empat kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dengan luasan mencapai puluhan hektar di wilayah Kabupaten Barito Utara (Barut). Ini sesuai dengan data yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Barito Utara.

Kepala BPBD Barito Utara, Gazali Montallatua didampingi Kasi Kedaruratan dan Logistik Rizali Hadi mengungkapkan, bahwa permasalahan karhutla ini sudah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di desa dan kecamatan-kecamatan, tentang adanya larangan membakar lahan, hutan dan kebun, sesuai dengan Instruksi Presiden dan maklumat Kapolda.

“Namun tampaknya karhutla ini masih saja terjadi di wilayah Kabupaten Barito Utara dan dalam kurun waktu sepekan terakhir, kebakaran lahan terjadi di empat lokasi yang berbeda,” kata Kepala BPBD, Jumat.

Adapun lokasi-lokasi yang terjadi karhutla tersebut di antaranya kebakaran lahan terjadi di Desa Pendreh, yang lokasinya masuk di Jalan PT Nantoy pada Jumat (31/8) lalu. “Sekitar ada dua hektare lahan yang terbakar dan untuk memadamkannya gabungan pemadam dari Manggala Agni dan BPBD Barito Utara turun ke lokasi guna mengantisifasi semakin meluasnya kebakaran. Api baru padam atau berhasil dikendalikan dalam waktu kurang lebih 5 jam,” ujarnya.

Kemudian lahan di Jalan Pendreh dengan lahan yang terbakar sekitar satu hektar. Pada Senin (3/9) malam, dan terjadi lagi di lahan lokasi kuburan muslimin Kelurahan Lanjas dengan luas lahan terbakar sekitar 0,5 hektare.

Selanjutnya di lahan di Km8 Jalan Muara Teweh-Puruk Cahu, yang lokasinya masuk sekitar 1km dari jalan poros. “Luas lahan yang terbakar sekitar 4 (empat) hektar, Sementara untuk waktu pemadamannya memerlukan waktu sekitar 2 jam,” kata Gazali. m-sms/c-ryu