PALANGKA RAYA/tabengan.com – Dokter Yeremia Gerald mengatakan cidera kepala didefinisikan sebagai sebuah trauma terhadap kulit kepala, tengkorak, maupun otak. Luka yang terjadi dapat berupa benjolan saja sampai kerusakan otak yang serius.
Cidera kepala dapat berupa luka terbuka maupun tertutup. Pada luka terbuka (tusuk), terdapat patah pada tengkorak dan otak terpapar dengan dunia luar. Sedangkan pada luka tertutup, otak tidak terpapar dengan dunia luar.
“Cidera kepala masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi hingga saat ini. Penyebab dari cidera kepala bermacam-macam, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, perkelahian, hingga cidera akibat olahraga,” kata Gerald, dokter umum yang bertugas di IGD dr Doris Sylvanus Palangka Raya, Kamis (15/6)
Menurut Gerald, di Kalimantan Tengah (Kalteng), kasus cidera kepala paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Hal ini sejalan dengan tingginya angka kecelakaan lalu lintas khususnya sepeda motor.
Kesadaran penggunaan helm sebagai alat pelindung kepala masih rendah. Selain itu penggunaan kendaraan bermotor dalam kondisi pengaruh alkohol maupun obat-obatan juga meningkatkan angka kejadian kecelakaan.
Kebanyakan korban yang mengalami cidera kepala berat akan meninggal sebelum sampai ke rumah sakit. Sebanyak 75 persen pasien yang berobat ke rumah sakit akibat cidera kepala menderita cidera otak ringan, 15 persen menderita cidera otak sedang, 10 persen menderita cidera otak berat.
Dalam menentukan derajat cidera otak, petugas kesehatan menggunakan derajat nilai kesadaran Glasglow Coma Scale (GCS). GCS dinilai dengan melihat respon mata, verbal, dan gerakan dari pasien.
“Dengan kemajuan teknologi kesehatan, pemeriksaan radiologi CT scan dapat digunakan untuk melihat masalah pada tulang dan otak pasien yang mengalami cidera kepala. Akan tetapi penggunaan CT scan tersebut harus bijak mengingat tingginya radiasi yang ditimbulkan dan biaya yang cukup mahal,” imbuh dokter muda lulusan fakultas kedokteran Atma Jaya yang lulus 2014 ini.
Dokter muda kelahiran Jakarta, 10 Agustus 1989 ini menjelaskan dari 75 persen pasien yang mengalami cidera otak ringan, tidak semuanya harus menjalani pemeriksaan CT scan kepala. Ada tanda dan gejala yang menjadi indikasi untuk dilakukan pemeriksaan CT scan seperti pasien tidak sadarkan diri lebih dari 5 menit, adanya hilang ingatan (amnesia) sebelum kejadian lebih dari 30 menit, nilai kesadaran kurang dari 15 jam setelah kecelakaan, kecurigaan adanya patah tulang tengkorak, keluar darah dari hidung dan telinga, memar disekitar mata atau belakang telinga, muntah lebih dari 2 episode, serta lanjut usia lebih dari 65 tahun.
Apabila tidak terdapat indikasi untuk dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, pasien cidera kepala ringan dapat diijinkan pulang dengan pengawasan keluarga minimal 24 jam setelah kejadian.
Hal-hal yang perlu diawasi pada pasien cidera kepala ringan adalah pasien cenderung mengantuk dan sulit dibangunkan, mual dan muntah berulang, kejang, keluar darah dari hidung dan telinga, nyeri kepala hebat, kelemahan pada sisi sebelah anggota tubuh, daerah hitam mata (pupil) tidak sama besar, pandangan ganda, maupun gangguan penglihatan lainnya. Bila ditemukan tanda dan gejala tersebut, maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. yml