JAKARTA/tabengan.co.id – Kuasa hukum anggota DPRD Kalteng Yansen Binti, Sastino Kesek, melaporkan penyidik Bareskrim Polri ke Propam Mabes Polri. Penyidik diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi kepolisian.
Sastino mengatakan, ketiga keluarga tersangka atas nama Stevano alias Agit, Yosep Duya, dan Sayuti, secara resmi menunjuk dirinya sebagai pengacara. Tapi penyidik keberatan saat bertemu. Alasannya penunjukan Sastino bisa menimbulkan conflict of interest. Apalagi Sastino merupakan salah satu anggota kuasa hukum Yansen Binti.
“Mengatakan ‘keberatan’ apabila keluarga menunjuk pelapor sebagai penasihat hukum para tersangka tanpa menyampaikan dasar hukum yang ada. Hanya mengatakan alasan conflict of interest karena pelapor juga adalah merupakan penasihat hukum Yansen Binti, salah satu tersangka kasus pembakaran sekolah di Palangka Raya,” ujar Sastino Kesek kepada detikcom, Kamis, (28/9).
Sastino mengatakan, larangan penyidik sangat merugikan tersangka dan keluarga karena tidak diberi kesempatan memilih kuasa hukum. Pihak keluarga juga tidak tahu siapa pendamping ketiga tersangka.
“Penasihat hukum dijamin oleh peraturan perundang-undangan dalam mendampingi tersangka atau terdakwa, baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun pengadilan. Begitupun dengan keluarga tersangka dijamin oleh peraturan perundang-undangan untuk bebas memilih dan menunjuk penasihat hukum,” kata Sastino.
Menanggapi hal itu, Kabag Penerangan Umum Humas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan laporan Sastino akan diterima dan dianalisis. “Pengaduan akan dibuatkan dan diterima untuk dianalisis lebih lanjut,” Kata Martinus.
Sebelumnya, polisi menetapkan delapan tersangka atas pembakaran tujuh SDN yang terjadi pada waktu yang berbeda pada Juli 2017. Yansen Alison Binti diduga sebagai otak pembakaran SD tersebut. Sementara itu, tujuh tersangka lainnya, yakni AG alias N, SUR, IG, YDD, SYT, FH alias OG, ST alias AGT, dibayar Rp 500 ribu untuk membantu Yansen.
Atas perbuatan itu, para tersangka dijerat Pasal 55 ayat 1 dan 2 KUHP dan Pasal 187 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 12 tahun. Saat ini kepolisan berencana memindahkan pengadilan demi stabilitas keamanan di Kalimantan Tengah. d-com