PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng merespons kritikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diinisiasi DPRD Kabupaten Lamandau.
LBH menilai Raperda itu berpotensi membahayakan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Ingkit Beny Sam Djaper selaku Kepala Biro Pertahanan dan Keamanan Adat DAD Kalteng mengatakan, apa yang disampaikan LBH Palangka Raya dan Borneo Institute tentunya akan menjadi sebuah catatan yang digunakan sebagai rekomendasi dalam draft Raperda yang nanti juga dibahas bersama eksekutif.
Hal itu disampaikan Ingkit, Senin (5/9). Sebelumnya, LBH Palangka Raya menyatakan telah menggelar public review terkait Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Lamandau. Berdasarkan pandangan akademisi bidang hukum perguruan tinggi dan aktivis Borneo Institut, LBH menyimpulkan Raperda inisiatif DPRD Lamandau tersebut sebagai tidak jelas, tidak lengkap, dan membahayakan.
Menurut Ingkit, Raperda inisiatif itu nantinya tentu juga akan dilakukan uji publik atau diseminarkan dengan pihak-pihak terkait. Seperti perangkat adat, akademisi dan sebagainya. Hal ini memang beralasan, karena Raperda itu masih belum sempurna menjadi sebuah Perda yang memuat segala payung hukum dan perlindungan terhadap MHA. Dia menyebut MHA sebagai objek dari peraturan ini harus juga memberikan kritik dan saran guna sempurnanya sebuah Raperda.
Dia juga menyoroti masalah aspek wilayah MHA yang kurang jelas. “Hal ini dilakukan karena daerah Kabupaten Lamandau harus disebutkan wilayah hukum adat. Semua ini agar tidak rancu dan menimbulkan multitafsir nantinya,” kata Ingkit. Idealnya memang Pemda harus lebih dahulu menetapkan daerahnya, dan kemudian baru masuk ke dalam wilayah lagi secara global. Menurut Ingkit, nama MHA sampai saat ini masih bersifat sangat universal sehingga perlu ada spesifikasinya secara jelas.





