Kata Mereka Tentang Polemik Toko Modern dan Tradisional

Kata Mereka Tentang Polemik Toko Modern dan Tradisional
Kabid Perdagangan Kota Palangka Raya Hadriansyah dan Pengamat Ekonomi Kalimantan Tengah Fitria Husnatarina

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pengamat Ekonomi Kalimantan Tengah Fitria Husnatarina mengatakan, secara pribadi dan  sebagai fasilitator dari UMKM, ekonomi kerakyatan, koperasi, masyarakat-masyarakat yang bergerak pada aktivitas jual beli di tingkat yang paling kecil itu memang sangat menyayangkan terjadinya polemik terkait toko modern (Al**mart dan In**mart) dan toko tradisional.
Disebutkan Fitria, bahwa yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pola dari monopoli pasar. Kalau Monopoli pasar dengan maraknya retail-retail seperti ini, kemudian itu pun berdampak baik pada pertumbuhan ekonomi secara global.

“Global ini apa? Tidak hanya kemudian mengkondisikan ada pergerakan aktivitas. Tapi juga pemberdayaan pasar tradisional, berapa banyak orang yang beraktivitas di sana yang kita perlu kita dukung dan kalau ini menjadi sebuah pola yang terus-menerus kita benarkan dalam praktiknya, terutama dalam Pemerintah Kota Palangka Raya. Maka asumsi bahwa kita bisa meningkatkan perbaikan pasar tradisional memodernkan dalam konteks yang tidak meninggalkan nilai-nilai tradisional itu tidak akan bisa terjadi. Sebuah pekerjaan yang juga berat bagi pemerintah untuk melakukan penertiban seperti ini,” beber Dosen FE-UPR itu.

Terpisah, saat dibincangi Tabengan, Rabu (29/3), Kabid Perdagangan Kota Palangka Raya Hadriansyah menjelaskan, retail modern yang di Kota Palangka Raya ada dua pertama Al**mart dan In**mart, ada yang sifatnya swalayan termasuk juga toko modern namanya.

Disebutkan pria yang akrab dengan nama Adau ini, bahwa Izin Usaha Toko Modern (IUTM) proses perizinannya, semua awalnya masuk ke PTSP, agar izin usahanya dikeluarkan, nanti ada rekomendasi teknis dari Dinas Perdagangan UMKM.

“Kita sama-sama dengan tim nanti ke lapangan mengecek, apakah sesuai dengan tata ruangnya, tempat usahanya, termasuk kanan kirinya setuju atau tidak,” bebernya.

Selanjutnya dikatakan pula, toko-toko modern itu juga sudah berapa kali dicoba untuk dapat menjual produk UMKM dan sekarang beberapa produk UMKM masuk dalam etalase Toko Modern.

Jadi, menurut Adau, keberadaan Toko Modern bukan mematikan usaha toko tradisional.
“Tapi mereka punya aturan main yang cukup ketat, khususnya sertifikasi halal. Bahkan, sekarang pemerintah membantu beberapa usaha untuk sertifikat halal dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Kita tetap mendorong produk UMKM untuk masuk di toko modern.” imbuhnya.

Kemudian dalam mengeluarkan rekomendasi tetap mengacu pada kajian-kajian teknis dengan melibatkan ekonom, misal dalam satu jalan adakah mematikan usaha kecil menengah. Sehingga kehadiran toko-toko modern tidak mengganggu toko-toko yang sifatnya tidak retail.

“Dampak positif lainnya, kita bisa melihat adanya lapangan kerja. Kemudian mereka bisa belajar bagaimana mengelola dan sistem pelayanan toko modern, sehingga toko-toko tradisional diharapkan bisa berubah menjadi lebih modern. Contoh Pasar Kahayan sekarang juga sebagian sudah menggunakan QRis,” beber Adau. dsn