PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Senator Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang (Terang) bersama dengan Sidik R Usop, dan beberapa senior Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), hadir dalam kegiatan Seminar Nasional yang dilaksanakan oleh PMKRI Palangka Raya, berkenaan dengan masalah Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Menurut Teras Narang, berbicara masalah perlindungan masyarakat hukum adat, Kalteng sudah jauh memiliki aturan yang berfungsi melindungi masyarakat adat. Aturan yang dimiliki Kalteng ini, menjadi acuan bagi daerah lain untuk membuat hal yang sama.
“Sebagai Gubernur Kalteng dua periode dari tahun 2005 hingga 2015, bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan elemen masyarakat, kita telah berhasil menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng, yang kemudian disesuaikan lewat terbitnya Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng,” kata Bapak Pembangunan Kalteng ini, di hadapan peserta Seminar Nasional yang dilakukan via zoom meeting, Selasa (29/8).
Teras Narang melanjutkan, Perda ini lalu disusul dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat Dan Hak-Hak Adat Di Atas. Tanah di Kalteng. Dalam sejarah kebijakan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA, kita boleh berbangga bahwa Kalteng menjadi pionir. Dengan segala keterbatasan dalam kebijakan tersebut, Ini adalah salah satu capaian besar yang bisa jadi rujukan bagi pemerintah nasional.
Di tingkat nasional, urai Teras Narang, Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, faktanya sudah sekitar 17 tahun diperjuangkan tapi Rancangan Undang-undang MHA (RUU MHA) belum juga disahkan.
DPD RI pun sampai membuat draf RUU Perlindungan MHA demi mendorong kepentingan MHA ini. Sayangnya belum ada pembahasan tripartit untuk mendorong pengesahan RUU yang ada.
Teras Narang mendorong, semua pihak termasuk pemerintah daerah, dan elemen masyarakat seperti PMKRI, untuk menjadi pelaku perubahan dan mengawal pengesahan RUU MHA ini. Agar RUU MHA kembali masuk prolegnas prioritas dan dapat disahkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan pembangunan ekonomi dan pelestarian ekologi.
“Saya juga mendorong agar ada peningkatan kualitas sumber daya manusia dari masyarakat adat lewat jalur pendidikan. Pendidikan tidak mesti formal, namun juga dapat diperoleh dari berbagai sumber. Peningkatan kualitas, kapasitas, dan kapabilitas lewat jalur pendidikan ini penting agar masyarakat adat dapat berdaya, termasuk di Kalimantan yang nantinya menjadi tempat dibangunnya Ibu Kota Negara Nusantara,” tambah Teras Narang.
Menurutnya, kita bersama mesti mendorong agar citra masyarakat adat itu primitif dan tertinggal di tengah globalisasi, mesti diganti dengan citra berpendidikan, berkebudayaan, dan peduli pada lingkungan sebagaimana ciri masyarakat beradab.
Semua ini bagaimanapun mesti dimulai dari diri sendiri, baru kemudian dilakukan bersama pihak lainnya. Mari generasi muda masyarakat adat meningkatkan kualitas diri dan unjuk diri membangun kualitas masyarakatnya.
Pemuda adat, jadilah pelaku perubahan. Bukan semata agen perubahan. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi? ded