Kesah Pambelumku’ Lahir dari Keprihatinan Akan Bahasa Daerah

Tabengan.com – Semakin rendahnya penutur bahasa daerah di dalam kehidupan keseharian masyarakat menjadi keprihatinan Ricardo Howard, salah satu putra daerah asal Kalimantan Tengah (Kalteng).

Ricardo adalah anak muda Dayak Katingan juga pegiat dan pelestari budaya yang aktif di dalam komunitas Folk of Dayak (FoD). Di tengah luasnya aktivitas kebudayaan, Ado panggilan akrabnya, memilih bahasa sebagai salah satu kampanye pelestarian budaya, khususnya melalui syair lagu.

Untuk memperkenalkan bahasa daerah Katingan, Ado bekerjasama dengan FoD mengadakan konser mini album utus Katingan bertajuk “Kesah Pambelumku (kisah hidupku)”, Minggu (9/7) malam, di halaman belakang Huma Tjilik Riwut Galeri dan Resto.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai staf di DPR RI dan menetap di Jakarta ini sudah menghasilkan sebuah karya, berupa tujuh lagu ciptaannya yang dia nyanyikan sendiri.

Di sela membawakan beberapa lagunya, Ado mengatakan, terciptanya lagu-lagu daerah lebih terinspirasi dari kehidupannya sendiri selama menapaki hidup semasa kecil hingga sekarang. Ada banyak pengalaman pahit dan manis yang menyertai perjalanan hidupnya.

Tak kalah pentingnya diakui Ado, lahirnya ide atas keprihatinan melihat generasi muda dewasa ini. Dia menilai mulai banyak pergeseran dimana pemuda mulai meninggalkan budayanya,tidak hanya terjadi di Katingan melainkan hampir di semua daerah.

Pergeseran tersebut tentu saja tidak bisa dihindari. Hanya saja disayangkan kadang kala mengakibatkan hilangnya identitas asal seseorang dan terputusnya asal-usul akibat tidak lagi mengenal budaya sendiri.

“Lagu-lagu yang saya buat sebagian merupakan pengalaman hidup saya. Bahkan saya sempat tidak mampu kuliah akibat kekurangan biaya dengan bekerja di mana-mana,” ungkap dia.

Namun, kata dia, dengan memiliki talenta mampu menciptakan lagu dan menyanyi merupakan modal baginya untuk mengangkat budaya, khususnya Dayak Katingan.

Dalam lagu-lagu berbahasa Katingan ini, Ado menghadirkan warna filosofi kehidupan Dayak yang sederhana, namun sarat ajaran dan nasehat. Dengan harapan bahasa daerah tidak ditinggalkan dan tetap menjadi identitas yang membanggakan bagi seseorang, sehingga kekayaan kebudayaan Kalteng dan Indonesia tetap terjaga.

Karena semangat dan dukungan inilah, kata Ado, memacu dirinya untuk mewujudkan pelaksaan mini konser. Meskipun diakuinya, secara pendanaan harus berjuang lebih keras menggalang dana untuk pembuatan album dan video klip lagunya.

Dia berharap nantinya bisa membuat video klip dengan latar belakang tempat-tempat wisata yang ada di Kalteng, terkhusus di Katingan, sebagai bentuk promosi bagi wisata dan budaya Dayak.

Ricardo juga mengajak pihak manapun yang terpanggil untuk membangun dan mencintai kebudayaan daerah, terutama pemerintah daerah untuk mendukung upaya yang dilakukannya.

Mini konser yang dilangsungkan tersebut mendapat apresiasi dari sejumlah pihak. Di antaranya dari keluarga besar Alm. Tjilik Riwut, mantan Bupati Katingan Duwel Rawing, Bupati Katingan Sakariyas dan simpatisan lainnya. adinata