JAKARTA/tabengan.com – Anggota DPRD Kalteng Yansen Binti (YB) awalnya berencana ingin membakar 10 Sekolah Dasar (SD). Namun, hanya delapan yang dihanguskan.
“(Gagal karena pelakunya) keburu ditangkap. Ada yang awal Juli sudah ada yang ditangkap,” kata Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (6/9).
Polisi telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka adalah Yansen Binti, Ahmad Ghozali alias Nora, Suryansyah, Indra Gunawan, Yosef Dadu, Sayuti, Fahri alias Ogut, Stephano alias Agit, dan Yosef Duya.
Martinus juga mengungkapkan, sebelum melakukan aksinya, para pelaku sempat melakukan ritual. Ritual itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keberanian dalam melakukan aksinya. Lalu jika tertangkap polisi, para pelaku tidak akan mengakui perbuatannya tersebut.
“Sebelum pelaksanaan (pembakaran sekolah) dilakukan acara ritual di Rumah Betang,” kata Martinus.
“Perencanaan di ruangan saudara Yansen di Gedung KONI,” ucap Martinus.
Dalam perencanaan itu, dikatakan Martinus, Yansen menyampaikan kepada para eksekutor pembakar sekolah bahwa Gubernur Kalteng Sugianto Sabran sudah tidak memerhatikan dirinya lagi.
Sebab itu, Yansen menginstruksikan sejumlah orang untuk melakukan pembakaran sejumlah sekolah. Tujuannya agar mendapat kembali perhatian Gubernur.
PH Rencanakan Praperadilan
Tim Penasihat Hukum (PH) dari Yansen Binti merencanakan akan melakukan praperadilan atas ditetapkannya Yansen sebagai tersangka kasus pembakaran sekolah.
Sukah L Nyahun, PH Yansen, mengungkapkan, sejumlah langkah hukum sedang diupayakan, karena terdapat sejumlah kejanggalan dalam penetapan status Yansen sebagai tersangka.
“Kita akan terus melakukan upaya hukum, salah satunya akan mengajukan Praperadilan dan ini tinggal kita tunggu persetujuan dari Yansen yang sampai saat ini belum bisa kami temui untuk meminta persetujuannya,” ucap Sukah, Kamis (7/9).
Terkait penggeledahan dan penyitaan barang bukti pada Kamis malam di rumah Yansen dan saat itu dirinya tidak ada di tempat. Dia menilai penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan petugas tidak sah atau cacat hukum. Sebab salah satu poinnya ialah tidak ada dicantumkan tanggal pada surat penyitaan barang bukti dari rumah tersebut.
“Penggeledahan itu juga cacat hukum dan tidak sah, tidak ada persetujuan dari pemilik rumah dalam hal ini Yansen Binti,” ucap Sukah.
Sukah juga tidak akan mengakui BAP yang dilakukan di Mabes Polri, meski Kadiv Humas Mabes Polri mengklaim Yansen telah mengakui keterlibatannya dalam pembakaran delapan sekolah.
“Apapun pernyataan polisi, kami belum bisa pastikan. Kami tetap berpegang pada BAP awal,” tegas Sukah, Kamis.
Hingga berita ini diturunkan, rekan Sukah yakni Arif Irawan Sanjaya tidak diperbolehkan bertemu dan mendampingi Yansen saat pemeriksaan oleh penyidik di Mako Brimob.
Sehingga PH tidak dapat memastikan apakah benar klaim Polisi tersebut berasal dari Yansen atau bukan.
PH juga tidak tahu penyebab Yansen mengubah keterangannya saat pemeriksaan di Polda Kalteng. Sukah juga merujuk keterangan tiga tersangka sebelumnya di Polda Kalteng yang tidak menyebut nama Yansen atau pihak lain dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Namun saat Mabes Polri mengambil alih kasus dan membawa ketiga tersangka, tidak lama kemudian Polisi menangkap empat orang tersangka lainnya. Terakhir berlanjut dengan penangkapan Yansen dan seorang tersangka lainnya.
“Kami yakin ada tekanan kepada para tersangka saat tidak didampingi PH. Jika polisi tetap membuat BAP tanpa kehadiran pengacara, maka kami akan menolaknya,” pungkas Sukah. dre/o-zon