PALANGKA RAYA/tabengan.com – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja, mengatakan, persoalan yang sering mencuat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah money politik atau politik uang, terutama dalam bentuk pemberian sembako.
“Persoalan yang sering mencuat dalam pilkada adalah money politik, yang saya sebut politik sembako. Ini selalu mencuat di pilkada, banyak sembako yang diberikan menjelang pemungutan suara, yang dikenal dengan serangan fajar. Diberi beras, tiba-tiba ada isi (di dalamnya) pilihlah si A dan sebagainya,” ungkap Rahmat di Palangka Raya, Jumat (27/10).
Dikatakan Rahmat, politik sembako ini biasanya dilakukan menjelang kampanye, pasca kampanye, menjelang hari tenang, dan pemungutan suara. Ini faktor yang harus dilihat juga agar pemilih memilih sesuai dengan hati nuraninya, bukan karena sembako.
“Itu yang kami harapkan, jangan sampai karena miskinnya teman-teman pemilih ini, sehingga mereka memilih dengan pilihan beras. Toh, nanti akan ada politik timbal-balik, uangnya dari mana? nanti akan diambil juga dari APBD, terjadi lagi masalah dengan KPK,” tegasnya.
Lebih lanjut Rahmat mengatakan, Pilkada 2018 dilaksanakan setelah Idul Fitri. Ini menjadi faktor penting untuk mengawasi, karena politik uang bisa dikamuflase dengan acara buka bersama, zakat bareng, dan kegiatan lain dalam konteks keagamaan.
“Nah ini agak sulit bagi kami untuk menilai, apakah ini terstruktur dan masif atau bagaimana. Ini juga faktor yang harus dihitung betul, sehingga ini masih kita rumuskan,” ujarnya.
Namun kalau alasannya untuk dana transport, maka besarannya akan disesuaikan dengan harga BBM di SPBU daerah itu. Kalaupun itu disebut sebagai zakat, maka akan dilihat lebih lanjut lagi. Untuk menyukseskan pilkada tersebut, keterlibatan masyarakat dan tokoh agama sangat diharapkan. Ini dilakukan agar benturan atau gesekan akibat perbedaan pilihan juga dapat diminimalisir.
Sementara hal-hal yang harus menjadi perhatian panitia pengawas (Panwas) antara lain, agar dalam melakukan rekrutmen Panwas kecamatan, pengawas lapangan, dan pengawas TPS yang tidak terafiliasi dengan partai politik. Kemudian melakukan pendidikan pemilih dan saksi parpol untuk mengawasi proses pemungutan suara di TPS, bahkan pada rekapitulasi.
“Ini harus dijaga betul, supaya nanti tidak terjadi keberpihakan panwas kepada parpol tertentu,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi mengatakan, dalam pelaksanaan pilkada ada tahap atau prosesnya dan dari tahapan atau proses tersebut, sampai saat ini sudah siap. Naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) juga semuanya sudah ditandatangani, termasuk Kabupaten Katingan, dan Panwas Kecamatan sudah terbentuk, tinggal pelantikannya saja.
Sedangkan kendala yang dihadapi, karena agak terlambatnya penandatanganan NPHD tersebut, maka berdampak pada biaya operasional Panwas dan pembentukan Panwas kecamatan. Selain itu kendala geografis, dengan luasnya wilayah Kalteng.
Sementara tingkat kerawanan pilkada di Kalteng, ujar Satriadi, secara umum Kalteng dalam kondisi aman. Namun Kabupaten Murung Raya menjadi perhatian, karena melihat kondisi pilkada terakhir di daerah itu yang sempat ada konflik, sehingga menjadi antisipasi pihaknya pada pilkada berikutnya. dkw