JAKARTA/tabengan.co.id – KPU melarang pemasangan gambar tokoh nasional yang bukan pengurus partai ataupun presiden terdahulu, termasuk Sukarno, dipajang di alat peraga kampanye. PDI Perjuangan (PDIP) memprotes aturan tersebut.
“Menurut saya, sebenarnya terlalu berlebihan. Tidak harus mengatur sampai sedetail itu, kecuali kalau tokoh itu atau simbol itu dilarang, merupakan orang terlarang, partai terlarang, simbol terlarang, tidak boleh dipajang. Oke itu diatur,” ujar Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2).
Bagi Andreas, PDIP memiliki hubungan sejarah yang kuat dengan Sukarno. Dia sangat keberatan atas aturan tersebut.
“Ya kita merasa terganggu dengan larangan seperti itu dan mungkin juga kelompok-kelompok yang lain juga mempunyai idola atau afiliasi dan hubungan kehistorisan dengan Bung Karno atau tokoh lain juga mungkin terganggu dengan larangan yang tak punya alasan mendasar. Mengapa melarang tokoh untuk ditampilkan,” protes Andreas.
Andreas lalu menyinggung pemasangan foto tokoh nasional dengan figur-figur lain. Menurutnya, ketimbang memajang gambar wajah tokoh lain, masih jauh lebih baik memasang gambar Bung Karno.
“Kalau misal kita lihat anak-anak muda mereka pasang fotonya Che Guevara. Jauh lebih relevan memasang fotonya Bung Karno di situ ketimbang memasang fotonya Che Guavara atau fotonya Madonna di situ,” kata anggota Komisi I DPR ini.
Bingung
Sementara adanya aturan tersebut juga membuat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengaku bingung. “Akan muncul ganjalan psikologis, kok bapak bangsa kita tidak boleh dibanggakan dan dilarang ya?” ujar Ketua Desk Pilkada PKB Daniel Johan kepada wartawan, Selasa.
Menurut Daniel, aturan tersebut mesti disosialisasikan secara gencar karena mungkin ada yang tidak terima. Masih menurut Daniel, tokoh bangsa sampai saat ini masih terus dibanggakan masyarakat.
“Bagi masyarakat, para tokoh tersebut adalah tokoh bangsa yang mereka kagumi, yang menjadi spirit ideologi dibangunnya sejumlah partai dan rasa cinta itu kadang sulit dibendung,” ujarnya.
Dilanjutkan Daniel, KPU harus mengatur cara pelarangan pemasangan foto-foto tokoh nasional. Daniel tak ingin masyarakat malah menganggap pelarangan tersebut karena ada satu-dua hal lain.
“Cara mengatasinya juga perlu pendekatan yang berbeda, jangan sampai pelarangan membuat kesan tokoh-tokoh bangsa ini jadi seperti tokoh terlarang,” sebut Daniel.
Citra Diri
Belum memasuki tahapan Pemilu, sudah mulai dijumpai berbagai baliho bergambar ketum parpol di jalanan. Bawaslu meminta semua baliho atau spanduk tersebut diturunkan.
“Semua spanduk dan baliho yang bergambar ketua parpol peserta Pemilu 2019 harus diturunkan, ya segera diturunkan!” ujar Anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (27/2).
Bawaslu menilai baliho tersebut sudah masuk dalam unsur kampanye. Hal ini karena foto masuk sebagai penampakan citra diri.
“Jika dulu kampanye diartikan sebagai penyampaian visi dan misi, maka saat ini definisi kampanye juga memasukkan definisi citra diri. Maka citra diri yang dimaksud ini kan berupa foto orang dan logo parpol,” kata Afif.
Larangan soal pemasangan gambar tokoh-tokoh di alat peraga kampanye itu tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Peraturan tersebut ada di Pasal 29 PKPU yang berisi tentang desain dan materi bahan kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP kabupaten/kota atau yang dicetak oleh pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Aturan itu menjelaskan parpol dilarang mencantumkan foto atau nama Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik.d-com