Ada Pelanggaran Pengelolaan HTI di Gumas?

Ada Pelanggaran Pengelolaan HTI di Gumas?
Ketua DPRD Gumas Akerman Sahidar

KUALA KURUN/TABENGAN.CO.ID – Salah satu perusahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) yang baru saja mulai menebang dan melaksanakan kegiatan produksi pada awal tahun 2023 ini, dan diduga membawa hasil tebangan menuju lokasi penumpukan tanpa adanya kode barcode pada kayu log.

Hal tersebut terlihat di lapangan secara kasat mata belum lama ini oleh awak media saat melaksanakan investigasi dan pengumpulan informasi dari masyarakat sekitar pabrik, bahwa diduga pihak perusahan dan karyawan ada melaksanakan kegiatan yang dimaksud dimana hal tersebut merupakan pelanggaran dalam aturan.

Sedangkan dalam peraturan Tata Usaha Kayu (TUK), tidak diperbolehkan menumpuk kayu di luar kawasan Tempat Penumpukan Kayu (TPK) tanpa dilabeli barcode pada kayu log hasil tebangan. Fungsi barcode adalah untuk menghitung jumlah kayu yang telah ditebang dari tegakan, serta juga dari barcode tersebut terdapat penerimaan negara.

Selain itu, juga tertera dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam peraturan tersebut tertera pada pasal 1 yaitu Tanda SVLK adalah tanda yang dibubuhkan pada hasil Hutan, produk hasil hutan, kemasan, atau dokumen angkutan yang menyatakan bahwa hasil hutan dan produk hasil hutan telah memenuhi standar kelestarian, standar legalitas, atau ketentuan deklarasi.

Mendapati informasi tersebut, Ketua DPRD Gumas Akerman Sahidar meminta agar pihak aparat terkait segera menindaklanjuti apabila ada dugaan pelanggaran, baik itu dari administrasi dan lainnya. Sehingga potensi negara yang sementara ini dapat dikatakan belum ada ditelusuri oleh pihak terkait dapat diselamatkan dengan segera turun ke lapangan.

“Segera tindaklanjuti untuk penanggulangan dini kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan,” kata Akerman, kepada Tabengan, Selasa (28/2).

Apabila dugaan tersebut benar dilakukan oleh pihak perusahan, maka ketidaksesuaian volume kayu pada data barcode dengan riilnya akan didapatkan. Jika dilihat secara prosesnya, seluruh kayu bulat hasil penebangan dilakukan pengukuran dan pengujian oleh ganisph, pengujian kayu bulat dari pihak perusahaan dan dicatat pada buku ukur sebagai dasar pembuatan Laporan Hasil Penebangan (LHP)-Kayu. Dan kayu bulat yang telah dilakukan pengukuran dan pengujian batang per batang dilakukan penandaan pada bontos dan/atau badan kayu menggunakan label ID quick response code.

Pada barcode tersebut memuat informasi PBPH, nomor izin, blok tebangan, jenis kayu, dan volume (panjang dan diameter log).

Selain itu, pihak perusahan diduga belum sama sekali membuat tempat persemaian tanaman pohon. Berdasarkan peraturan kehutanan, pihak perusahan HTI wajib ada penanaman pohon kembali.

Terpisah, Direktur Walhi Kalteng Bayu mengungkapkan, apabila sudah adanya indikasi dugaan pelanggaran kehutanan, maka seharusnya sudah dapat dilakukan pelaporan kepada pihak berwajib, dalam hal ini Gakum LHK atau dirjen lainnya, terkait pemanfaatan kawasan hutan oleh perusahaan.

“Aktivitas perusahaan yang berjalan tidak sesuai aturan ataupun komitmen bisa dievaluasi oleh KLHK dan dapat dikenakan sanksi, bukan hanya administrasi seperti pencabutan izin pemanfaatan kayu, tapi juga bisa  terkait potensi kerugian negara dari pemanfaatan kayu yang tidak dilaporkan perusahaan dengan benar,” pungkasnya. c-hen