Hukrim  

Hati-hati Memberi Label Mafia Tanah

Hati-hati Memberi Label Mafia Tanah
Mahdianur selaku Penasihat Hukum (PH) Tersangka

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Tersangka pemalsuan surat tanah berinisial MGS telah menjalani pelimpahan dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng beberapa waktu lalu. Mahdianur selaku Penasihat Hukum (PH) Tersangka menyayangkan penyematan dugaan mafia tanah kepada MGS dan pelimpahan terkesan dipaksakan oleh aparat penegak hukum. “Ingat, kita adalah negara hukum, hati-hati dalam memberikan label kepada warganegara,” wanti Mahdianur lewat pesan singkat, Selasa (21/3).

Presiden Perkumpulan Advokat Muda Indonesia (Permadin) itu justru berharap pihak Kementerian ATR/BPN mengetahui siapa sebenarnya yang menjadi mafia tanah di Kalteng. “Bagaimana mungkin bisa dituduh mafia tanah oleh orang kemarin sore yang tidak tahu sejarahnya terkait historinya,” sesal Mahdianur. Dia menegaskan MGS belum terbukti bersalah sesuai putusan pengadilan maupun terkait kasusnya yang juga belum ditetapkan sebagai mafia tanah.

“Jangan mentang-mentang berkuasa atau mempunyai kekuasaan lalu berlaku sewenang-wenang dengan menyebut seorang warga negara sebagai mafia tanah, ingat kita ini negara hukum,” kata Mahdianur. Dia meminta agar semua pihak mengedepankan asas praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dia menyitir penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf c yang menyebutkan setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.  Terkait pelimpahan yang terkesan dipaksakan disebutnya karena ada indikasi sejumlah kejanggalan.

“Untuk dua alat bukti yang sah menurut kami tidak terpenuhi, dan hal ini tentunya akan menyulitkan Jaksa sendiri didalam pembuktian dipersidangan,” tegas dia. Menurut Mahdianur, awalnya MGS dalam penyidikan kepolisian disangkakan dengan ancaman pidana dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP tentang pembuat atau pengguna surat palsu. Mahdianur menuding pada saat pelimpahan di kejaksaan terjadi penambahan pasal yang dituduhkan kepada MGS yaitu Pasal 385 ayat (1) KUHP tentang penyerobotan tanah.

“Bagaimana mungkin dapat dibuktikan kalau klien kami ini melakukan penyerobotan tanah. Dia bersama keluarga besarnya sudah bertempat tinggal di atas tanahnya tersebut sudah sejak tahun 1983 an,” klaim Mahdianur. MGS dan keluarganya disebut merawat bidang tanahnya serta bertempat tinggal diatas tanah miliknya. Sekitar tahun 2020 hingga 2023 ada pihak lain yang mengklaim kalau mempunyai tanah diatas tanah milik MGS dengan dasar Sertifikat Hak Milik (SHM). Dia menyebut SHM tersebut sebenarnya berlokasi di Jalan Badak, Jalan Arwana, Jalan Ronggo Warsito, dan Jalan Hiu Putih.  dre