PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah (Kalteng) turut angkat bicara terkait bentrok yang kembali terjadi antara masyarakat dan aparat kepolisian di areal perusahaan sawit.
Seperti diketahui, aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat Bangkal di areal PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP), di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), sempat anarkis dan terjadi pembakaran serta baku tembak.
Menurut Direktur Eksekutif WALHI Kalteng Bayu Herinata, aksi demonstrasi yang dilakukan warga Bangkal sejak 16 September 2023, bertujuan untuk menuntut PT HMBP, segera memberikan lahan plasma untuk warga Bangkal dan desa sekitar izin perusahaan.
Sejak beroperasi pada tahun 2006, lanjut Bayu, perusahaan tidak pernah sama sekali merealisasikan kewajiban plasma sawit sebesar 20 persen. Hal ini juga sesuai dengan data laporan perkembangan usaha perkebunan besar Kalteng tahun 2021 dari Dinas Perkebunan Kalteng.
Dikatakan, PT BJAP adalah salah satu perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kabupaten Seruyan, perusahaan ini mendapatkan izin arahan lokasi berdasarkan Surat Keputusan (SK) No.500/48/Ek/2004 seluas 14.000 hektare yang ditandatangani oleh Bupati Seruyan.
Tetapi, kata Bayu, hanya seluas 11.200 hektare izin lokasi (ILok), dan izin usaha perkebunan (IUP) yang perusahaan dapatkan. Luasan tersebut berdasarkan SK ILOK No 151 Tahun 2005, dan SK IUP No.525/352/Ek/2006. Areal izin PT HMBP juga berada dalam kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi.
PT HMBP, urai Bayu, hanya mendapatkan pelepasan kawasan hutan seluas 10.092 hektare dari Kementerian Kehutanan. Ini berdasarkan SK PKH No.189/Kpts-II/2000. Perusahaan juga telah mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 2006, berdasarkan SK HGU No.24/HGU/BPN/06 seluas 11.229,12 hektare.
Berdasarkan data di atas, kata Bayu, seharusnya perusahaan telah membangun kebun untuk masyarakat dalam bentuk plasma seluas 20 persen, baik dari alokasi pelepasan kawasan hutan yang diterima, ataupun dari luasan HGU yang didapatkan.
Hal tersebut sesuai dengan perundang-undangan, dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan pasal 18 ayat 3.
PT HMBP juga merupakan salah satu anak perusahaan dari grup besar perkebunan sawit yaitu BEST Agro International. Sebelumnya juga terjadi konflik antara masyarakat dari 10 desa di Kecamatan Seruyan Tengah dan Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, dengan PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP), karena tidak merealisasikan pembangunan kebun plasma untuk masyarakat.
Setidaknya, jelas Bayu, 2 anak perusahaan BEST Agro International ini menjadi contoh, kewajiban perusahaan membangun kebun untuk masyarakat dalam bentuk plasma, tidak dijalankan oleh perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan konflik dengan masyarakat, yang berujung pada bentrok dengan pihak perusahaan, maupun aparat kepolisian yang bertugas mengamankan aksi demonstrasi di lapangan.
“Bentrok yang terjadi di lapangan, juga merupakan akumulasi dari kemarahan warga atas situasi yang tidak memihak kepada warga,” kata Bayu, mengulas latar belakang bentrok yang terjadi di PT HMBP, Minggu (24/9).
Berdasarkan kondisi di atas, kata Bayu, WALHI Kalteng memberikan respon terkait bentrokan yang terjadi antara masyarakat dan aparat kepolisian, dan PT HMBP.
“Mendukung upaya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bangkal, untuk memperjuangkan hak-haknya terkait kebun plasma sawit yang harus segera diberikan oleh PT HMBP,” kata Bayu.
Bayu juga meminta dan mendesak Pemerintah Kabupaten Seruyan, dalam hal ini Bupati, untuk berperan lebih dan melakukan tindakan tegas kepada PT HMBP, agar segera memberikan kebun plasma untuk masyarakat Bangkal dan masyarakat sekitar areal izin PT HMBP.
Terakhir, ungkap Bayu, mendesak kepolisian untuk menghentikan dugaan tindakan kekerasan, dalam pengamanan aksi demonstrasi di lapangan, dan segera menarik aparat kepolisian yang bertugas di lapangan, untuk menghindari potensi bentrokan kembali yang lebih besar dengan massa aksi. ded